Teknis Mesin Pancang Dalam Pemanenan HUTAN



STUDI Petunjuk Teknis Pengunaan Mesin Pancang
Tarik (Monocable Winch)

Fitriyani Sinaga

Fakultas kehutanan Universitas Mulawarman

Sinagafitriyani@gmailcom

 


Abstrak
Teknik pengelolaan hutan yang berkesinambungan dan ramah terhadap lingkungan di kalimantan timur dan Dalam praktek kegiatan pemanenan di lapangan masih banyak masalah yang dihadapi yaitu kerusakan terhadap tegakan tinggal maupun kerusakan lingkungan. Aturan-aturan yang ada belum dapat dilaksanakan dengan baik. Penerapan pemanenan yang ramah lingkungan (RIL) di hutan tropis merupakan salah indikator kunci dalam standard LEI/FSC untuk mendapatkan sertifikasi.. Dari hasil penelitian yang ada menunjukkan bahwa buldoser menimbulkan dampak kerusakan yang besar baik itu kerusakan tegakan tinggal maupun keterbukaan lahan akibat kegiatan penyaradan secara khusus dan kegiatan pemanenan kayu secara umum. Sasaran panduan teknis ini ditujukan bagi operator monocable, manajer pemanenan kayu, manajer dan staff pengusahaan hutan, pejabat instansi pemerintah yang terkait dengan pengusahaan hutan dan pengusaha/pemegang ijin IUPHHK-HA. Teknik operasional Pancang Tarik telah diuji di beberapa beberapa unit pengusahaan hutan (HPH) yang menghasilkan dampak positif secara finansial, lingkungan dan sosial. informasi mengenai sistem pemanenan kayu yang tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus terintegrasi dengan perencanaan hutan. Output final dari perencanaan dalam sistem RIL adalah adanya sebuah peta rencana panen yang akan menjadi panduan bagi operator alat berat (buldoser) atau operator Pancang Tarik dalam bekerja di lapangan. Kegiatan Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP) dilakukan pada saat Et-2, dimana data yang diambil adalah data diameter, tinggi, jenis pohon dan posisi pohon. Dengan data yang diperoleh dari kegiatan tersebut di atas, dapat sekaligus menghasilkan dua buah peta dasar yaitu overlay peta pohon dan peta topografi.

Kata Kunci : RIL, LEI/FSC, IUPHHK-HA, HPH, Output, Buldoser, ITSP, Et-2


BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Dalam praktek kegiatan pemanenan di lapangan masih banyak masalah yang dihadapi yaitu kerusakan terhadap tegakan tinggal maupun kerusakan lingkungan. Aturan-aturan yang ada belum dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga terjadi kerusakan terhadap tegakan tinggal, tanah dan masih cukup banyak limbah yang tertinggal di hutan. Penerapan pemanenan yang ramah lingkungan (RIL) di hutan tropis merupakan salah indikator kunci dalam standard LEI/FSC untuk mendapatkan sertifikasi. Pada umumnya kegiatan penyaradan kayu di hutan alam pada umumnya menggunakan alat berat berupa buldoser. Kelebihan penggunaan buldoser pada kegiatan penyaradan antara lain jarak sarad tidak terbatas, memiliki tenaga yang besar, sehingga produktivitas tinggi dan dapat menyarad kayu yang berukuran besar dan berat. Kelemahan mendasar dari buldoser adalah, karena konstruksinya yang berat maka digunakan pada daerah berawa/berlumpur, tidak dapat dioperasikan pada berbagai musim hujan dan tidak dapat dipergunakan pada daerah dengan kelerengan lebih dari 40 Persen. Dengan konstruksi yang berat dan tenaga kuda yang besar maka konsumsi bahan bakar buldoser sangat tinggi yaitu 30 liter per jam (Ruslim, 2011)


Dari hasil penelitian ternyata dengan cara ini biaya sarad per meterkubik jauh lebih murah dibandingkan buldoser dan tanpa perlu investasi biaya mesin yang sangat besar. Bagi masyarakat di Kalimantan, Pancang Tarik bukanlah alat yang asing dalam pemanenan kayu. Namun demikian, diperlukan pengakuan secara resmi oleh pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten mengenai penggunaan mesin Pancang Tarik didalam sistem Pengelolaan hutan di Indonesia baik di hutan alam maupun di HTI. Pengakuan ini diperlukan terutama untuk menjadikan alat ini sebagai alternatif dalam pemanenan kayu mengingat bahwa setiap alat yang digunakan harus mendapatkan ijin dari pihak Pemerintah yang berwenang. eknik operasional Pancang Tarik telah diuji di beberapa beberapa unit pengusahaan hutan (HPH) yang menghasilkan dampak positif secara finansial, lingkungan dan sosial. Teknik ini juga dikatagorikan dalam pembalakan yang ramah lingkungan. Dengan menggunakan Pancang Tarik yang merupakan peralatan sederhana, pemanenan kayu di daerah yang bergelombang dapat dilaksanakan dengan baik. Kombinasi antara sistem ini dengan perencanaan hutan yang baik, terbukti telah menghemat biaya pemanenan kayu dan menekan laju kerusakan hutan paska pemanenan. Maksud dari penyusunan panduan teknis pelaksanaan pembalakan ini adalah untuk memberikan panduan teknis kepada unit-unit pengusahaan hutan alam maupun kegiatan pengusahaan hutan lainnya, yang ingin melakukan pembalakan ramah lingkungan, ramah sosial dan ekonomis.


1. Menyediakan panduan bagi mereka yang akan melaksanakan pemanenan kayu dengan menggunakan Pancang Tarik sebagai alat penyaradan.


2. Memberikan panduan bagi manajer pengelolaan hutan, manajer pemanenan dan operator mengenai hal-hal teknis dalam pengoperasian Pancang Tarik.


3. Menyediakan informasi mengenai sistem pemanenan kayu yang tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus terintegrasi dengan perencanaan hutan.



BAB II PEMBAHASAN
2.1. Metode Penelitian

A. Waktu dan Lokasi Penelitian
1. Waktu Penelitian

Waktu penelitian yang dilakukan selama 14 hari efektif, dari tanggal 15
hingga 27 july 2016, yang meliputi: studi literatur, dan informasi langan yang
menunjang persiapan bahan dan peralatan penelitian, pelaksanaan,
pengumpulan data di lapangan, memberikan dukungan dana penelitian dan informasi tambahan, data pendukung, foto-foto, dalam penyusunan panduan teknis ini, sehingga buku ini lebih disempurnakan untuk dapat diselesaikan. pengolahan data serta penyusunan karya tulis.



2.Lokasi penelitian

PT Belayan River sebagai wahana uji coba penerapan Sistem Pancang Tarik untuk penyaradan kayu.RAFT (Responsible Asia Forest and Trade) melalui The Nature Conservancy (TNC). GIZ-FORCLIME yang telah menginisiasi pertemuan dengan Kementerian Kehutanan bersama The Nature Conservancy (TNC).


Pelaksana Sasaran panduan teknis ini ditujukan bagi operator monocable, manajer pemanenan kayu, manajer dan staff pengusahaan hutan, pejabat instansi pemerintah yang terkait dengan pengusahaan hutan dan pengusaha/pemegang ijin IUPHHK-HA. Selain itu diharapkan ijin penggunaan alat Pancang Tarik dapat digunakan secara nasional di areal kerja IUPHHK-HA oleh Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten yang diyakini memiliki keunggulan sebagai berikut:

a. Ramah lingkungan (keterbukaan tajuk dan tanah hutan sangat kecil). Observasi Lapangan
Observasi lapangan dilakukan untuk mengetahui kondisi umum lokasi
penelitian dan melaporkan rencana penelitian kepada tugas yang
berwenang.

b. Murah (biaya investasi maupun biaya operasionalnya).

c. Mengurangi tekanan pengrusakan terhadap hutan melalui pelibatan masyarakat lokal untuk menggunakan mesin Pancang Tarik (Pancang Tarik) secara legal.

Prosedur Penelitian
Studi Pustaka Studi pustaka dimaksudkan untuk mencari informasi dari berbagai
literatur atau referensi pendukung yang berhubungan dengan materi
penelitian yang diamati.


D. Pengumpulan data

Adapun data yang dikumpulkan dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Data primer
Data primer, yaitu dengan metode pengamatan dan identifikasi jenis
dilapangan secara langsung, meliputi nama jenis dan familinya.

2. Data sekunder
Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari hasil literatur-literatur,
laporan-laporan dan tulisan dari pihak dan instansi terkait, sebagai bahan
pembanding.



E. Analisis Data
Identifikasi tanaman lokal dilakukan dengan memanfaatkan pengetahuan
masyarakat atau petugas setempat. Identifikasi nama ilmiah dilakukan
dengan menggunakan herbarium, foto, dan mengaju pada pustaka lain



II. PERENCANAAN PRODUKSI
2.1. Inventarisasi Tegakan
Sebelum Penebangan (ITSP) dan Survei Topografi Instrumen penting dalam mengimplementasikan RIL adalah dengan memperkuat aspek perencanaan, hal ini dikarenankan tanpa perencanaan yang baik maka penerapan metoda RIL sulit untuk dilaksanakan. Sistem perencanaan harus dibangun menggunakan data hasil survei lapangan dengan intensitas 100 %, baik kondisi topografi maupun potensi. Survei lapangan harus memberikan data dengan keakuratan kebenaran yang tinggi. Hal ini penting agar efektifitas dan efesiensi pembalakan dapat tercapai dengan terfokusnya upaya pembukaan hutan hanya menuju pada kelompok potensi. Yang penting juga adalah dapat dibuatnya peta rencana pemanenan yang dapat menimbulkan dampak paling minimal terhadap hutan. Seperti perlindungan sempadan sungai dan areal-areal lainnya yang memiliki nilai konservasi tinggi (HCVF). Output final dari perencanaan dalam sistem RIL adalah adanya sebuah peta rencana panen yang akan menjadi panduan bagi operator alat berat (buldoser) atau operator Pancang Tarik dalam bekerja di lapangan. Dalam peta rencana panen tersebut terdapat informasi garis kontur/kondisi topografi, lokasi pohon yang akan dipanen, jaringan jalan angkutan kayu, pola sarad dan lokasi TPn. Termasuk kawasan dilindungi jika memang ada. Agar peta tersebut dapat dipahami dengan baik oleh penggunanya (operator) maka penandaan di lapangan mutlak dilakukan, sehingga ada sinkronisasi antara tanda lapangan dengan peta rencana panen. Seperti tanda pohon yang boleh dan yang tidak boleh dipanen, tanda pola sarad, tanda rencana lokasi TPn atau log landing, tanda atau batas kawasan lindung dilapangan, tanda trase jalan angkutan kayu dan batas bukaan maksimal dalam pembuatan jalan serta tanda-tanda lainnya yang dianggap perlu untuk diketahui oleh pengguna peta rencana panen tersebut.


peta pohon serta data jalur topografi untuk menghasilkan peta kontur yang baik dan benar. Dengan data yang diperoleh dari kegiatan tersebut di atas, kita dapat sekaligus menghasilkan dua buah peta dasar yaitu overlay peta pohon dan peta topografi. Peta dasar tersebut sangat penting artinya untuk kegiatan berikutnya, yaitu perencanaan trase jalan utama, jalan cabang, jalan sarad ataupun jalur sarad 1). Tujuan dilakukan Timber Cruising adalah: 1. Untuk memperoleh deskripsi tegakan yaitu: · Pohon komersial, pohon inti, pohon yang dilindungi, pohon induk (nomor pohon, jenis, diameter, tinggi, kualitas batang, dll.) · Posisi pohon berdasarkan hasil pengukuran dan koordinat pohon disetiap petak ukur. 2. Untuk mengetahui potensi aktual yang ada di lapangan. 3. Untuk mengetahui kondisi lapangan yang sebenarnya yaitu konfigurasi topografi, keadaan fisik tanah, sungai dan anak sungai, rawa, batu, lembah, pematang, medan berat (lereng E), situs budaya, dll. 4. Untuk mendapatkan peta sebaran pohon di atas 20 cm ke atas dan peta topografi. 5. Untuk desain jalan utama, jalan cabang, jalan ranting, jalan sarad, pola jalur sarad dengan Pancang Tarik.
2.1.2. Teknis Pelaksanaan di Lapangan
A. Sasaran Peta pohon dan peta topografi merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan perencanaan pemanenan. Peta topografi diperlukan dalam menentukan trase jalan utama, cabang, jalan ranting, jalan sarad dan jalur sarad Pancang Tarik. Sedangkan peta pohon diperlukan dalam menentukan potensi yang dipanen, arah perencanaan jalan sarad dan penentuan jalur pemanenan dengan menggunakan Pancang Tarik.
B. Pelaksana 1. Bidang Perencanaan bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan kegiatan inventarisasi tegakan pada blok tebangan RKT yang akan berjalan, memonitor kegiatan perencanaan, pelaksanaan pekerjaan di lapangan, proses pelaporan dan pemetaan. 2. Bidang GIS bertanggung jawab terhadap proses input data, pengolahan data, pengecekan peta di lapangan.


Et-2 Et-1 ± ITSP DAN SURVEI TOPOGRAFaktivitas istirahat (resting) dari pada orang utan terlihat meningkat. Hal ini mungkin disebabkan lingkungan sumberdaya makanan, sehinggapenghematan energi untuk bergerak harus mereka lakukan. . Hal ini mungkin disebabkan lingkungan sumberdaya makanan, sehinggapenghematan energi untuk bergerak harus mereka lakukan.


dilihat pada Tabel 1.

Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 10
Tabel 1. Pembagian regu kerja untuk ITSP dan survei topografi. No .
Untuk Regu Inventarisasi Tegakan Sebelum
Penebangan (ITSP) 1. Ketua regu (pencatat) 1 orang 2. 3. Pengenal jenis pohon, posisi pohon, pengukuran diameter dan tinggi 3 orang*
Regu Survei Topografi 4. 5. 6. 7. 8. 9. Ketua regu (pencatat) Kompass-man (mengukur azimuth) Helling-man (mengukur slope) Pemasang patok dan menarik Penarik meteran Pelebar perintisan Pembantu umum 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang Jumlah 10 orang
Keterangan:
(*) Untuk topografi yang ringan sampai sedang cukup 2 orang



2.1.3. Penyiapan Peta Posisi Pohon dan Peta Topografi


Untuk perencanaan operasional diperlukan peta kerja yaitu peta kontur dengan skala 1 : 5.000 dengan interval garis kontur 5 m. Jalan sarad ditandai di atas peta kontur yaitu dengan mengambil pada posisi pematang (punggung). Selain itu peta kontur dioverlaykan dengan peta pohon, sehingga memudahkan perencanaan jalan sarad dalam satu petak dengan luas ± 100 ha. Untuk mendapatkan peta kontur dapat dibuat secara manual atau menggunakan perangkat Sistem Informasi Geografi (SIG) atau software SIG (Arcview) lainnya seperti pada Gambar 1. Perencanaan pemanenan dituangkan dalam sebuah peta yang menampilkan jalan utama, jalan cabang, jalan sarad utama, jalur sarad Pancang Tarik dan Etape. Pastikan bahwa semua informasi yang ada di peta kerja telah sesuai dengan kondisi di lapangan, sehingga apa yang telah direncanakan dapat dikerjakan dengan baik. Identifikasi kawasan yang curam seperti lereng E (kawasan konservasi) untuk tidak dilakukan pemanenan. Dalam proses penyaradan dengan Pancang Tarik diupayakan untuk menggunakan jalan utama, cabang atau ranting yang sudah ada dengan Kerapatan Jalan berkisar antara 15 – 20 m/ha. Apabila dalam proses penyaradan tidak semua log terjangkau, maka dapat dilakukan

Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 11 penambahan jalan sarad utama (tusukan), setelah dilakukan pengecekan ulang oleh Mandor Tebang dan berkoordinasi dengan regu Perencanaan.



Gambar 2 . Peta Sebaran Pohon dan Peta Kontur Untuk Perencanaan
Pemanenan.
Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 12
2.2. Perencanaan Jalan Sarad utama, Jalur Sarad Pancang Tarik, Etape
dan TPn

A. Sasaran Untuk mempermudah regu survei menerapkan rencana jalan sarad di lapangan, maka rencana jalan sarad terlebih dahulu dibuat di peta topografi. Perencanaan jalan sarad di peta topografi dibuat oleh regu perencanaan di kantor ± 2 bulan sebelum penebangan dilakukan.


B. Pelaksana Kepala bidang, kepala bagian dan regu survei.


C. Bahan dan peralatan
· Peta pohon dan peta topografi (skala 1:5.000)
· Pensil dan spidol warna

Gambar 3. Peta rencana pemanenan dengan Pancang Tarik (jalan utama,
jalan cabang, jalur sarad, TPn, Landing/Etape).


D. Prinsip perencanaan jalan sarad, jalur sarad, etape dan TPn di peta 1. Dengan menggunakan sistem Pancang Tarik maka peletakan trase jalur sarad sebaiknya dilakukan pada daerah pematang (punggung): Untuk memudahkan dan meningkatkan keselamatan pekerja (uphill skidding)· Memudahkan hookman untuk membawa hook dan sling ke batang log yang akan disarad. · Memudahkan proses penyaradan
Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 13 · Menghindari log disarad tidak mengenai Operator dan Alat Pancang Tarik · Mengurangi erosi tanah 2. Trase Jalur sarad dibuat untuk mempermudah jangkauan Pancang Tarik yang dapat mencapai 100 m. 3. Jika topografi curam maka diperlukan jalan sarad tambahan (tusukan), dimana buldoser dapat membantu mempercepat proses penyaradan. Panjang Trase jalan sarad ini dibuat sependek mungkin dan lebar trase jalan sarad ini diupayakan seminal mungkin yaitu ± 4 m. 


4. Panjang jalur sarad disesuaikan dengan penyebaran posisi pohon dan hanya direncanakan sesuai dengan keperluan. 5. Posisi Pancang Tarik dipasang pada posisi dimana dapat menjangkau sebanyak mungkin pohon yang akan disarad. 6. Panjang bentangan jalur sarad per Etape berkisar 100 m. 7. Sebaiknya TPn/Landing direncanakan di atas punggung (uphill skidding) dan di tempat yang datar. 8. Hindari (jika mungkin) jalur sarad melintasi sungai, anak sungai dan daerah berbatu. 9. Rencanakan jalur sarad utama di pematang dan buatlah rencana posisi landing (etape) sedemikian rupa sehingga penggunaan kabel winch tidak melebihi 100 m. 10.Untuk mempermudah proses penyaradan dengan Pancang Tarik maka diupayakan agar kerapatan jalan utama, cabang atau ranting tetap memperhitungkan jangkauan winching.

2.3. Penandaan Jalan Sarad, Jalur Sarad Pancang Tarik, Etape dan TPn Sebelum Penebangan

2.3.1. Pelaksanaan penandaan Jalan Sarad, Jalur Sarad Pancang

Tarik, Etape dan TPn di lapangan Pelaksanaan jalan sarad dari peta kerja ke lapangan tanpa melakukan kegiatan pengukuran tambahan, tetapi cukup dengan mencari nomor pohon yang berlabel merah/kuning yang terdapat di jalur sarad. Bila perlu dilakukan perbaikan rencana jalan sarad yang ada, apabila informasi tambahan tidak didapatkan pada peta kontur (seperti daerah rawa, batuan, lereng terjal, daerah yang tidak sesuai dan pohon yang dilindungi). Perubahan segera ditandai pada peta rencana kerja. Tanda jalur sarad dibuat dengan cat pada pohon-pohon yang terletak dikiri-kanan jalan sarad, supaya memudahkan pengontrolan jalan sarad setelah dilakukan pendorongan. Untuk menandai tempat TPn cukup dengan garis vertikal pada pohon yang tinggal. TPn sebaiknya dibuat sekecil mungkin atau cukup diletakan disepanjang jalan sarad utama dan disesuaikan dengan potensi kayu yang akan dipanen.


Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 14
A. Sasaran Perencanaan jalan sarad/jalur sarad dan TPn direalisasikan berdasarkan penyaradan dengan menggunakan Pancang Tarik dan dengan jumlah kayu yang disarad yaitu:
· Mengurangi kerusakan terhadap tegakan tinggal dan singkapan tanah
· Mengurangi biaya penyaradan dan biaya pembuatan jalan
· Mempermudah regu Pancang Tarik untuk membawa Mesin Pancang Tarik ke posisi penyaradan.
· Mempermudah regu Pancang Tarik mengeluarkan kayu pada kondisi alat tidak memungkinkan untuk memanjat tebing.
B. Pelaksana Regu perencanaan dan regu lapangan merealisasikan rencana jalan sarad dan jalur sarad Pancang Tarik, landing (etape) dan Tempat Penumpukan Kayu (TPn) di lapangan. Tenaga kerja yang melakukan penandaan pola sarad dan jalur Pancang Tarik adalah kombinasi dari regu perencanaan dengan regu Pancang Tarik secara bersamaan di lapangan. Penandaan Jalan sarad dan jalur sarad Pancang Tarik menggunakan peta dasar yaitu peta pohon dan peta kontur dengan menandainya dengan ribon.


C. Bahan dan Peralatan
· Peta pohon/peta topografi (peta kerja dengan skala 1:5.000)
· Kompas
· Meteran
· Kuas, cat merah dan ribbon


D. Prinsip pembuatan jalan sarad utama dan TPn
· Buatlah TPn sekecil mungkin jika diperlukan; jika hanya beberapa log, susunlah log disisi jalan tanpa perlu penggusuran tanah.
· Buatlah TPn pada daerah pematang dan di pinggir jalan yang kering serta datar (kelerengan < 5%).
· Jalan sarad diusahakan tidak melewati areal yang banyak terdapat pohonpohon bermanfaat (sumber pangan masyarakat) dan dilindungi.
· Penandaan cat miring ke dalam yaitu menunjukkan posisi sumbu jalan sarad (Gambar 2).
· Pengecekan pembuatan jalan sarad di lapangan dengan rencana di peta.
· Buat koreksi di peta berdasarkan realisasi pembuatan jalan sarad di lapangan. Untuk menggunakan Pancang Tarik maka diupayakan kerapatan jalan utama/cabang atau ranting berkisar antara 15-20 m/ha, sedangkan
Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 15 kerapatan jalan sarad utama berkisar antara 5-10 m/ha, sehingga jangkauan winching berkisar antara 100 m.
Gambar 4. Penandaan jalur sarad
dengan menggunakan
pita merah.


2.4. Pembagian Petak Kerja dan Pemberian Peta Kerja untuk Operator

Buldoser dan Regu Pancang Tarik Dalam satu petak kerja dibagi berdasarkan batas alam (sungai, anak sungai, jalan dan pematang) sebanyak 3-4 anak petak. Pembagian anak petak ini dilakukan oleh Mandor tebang dengan cara dundi. Untuk kelancaran kegiatan penebangan dan penyaradan, maka sebelum kegiatan penebangan peta kerja sebaiknya diberikan kepada masing-masing ketua regu Pancang Tarik (Gambar 5).
Gambar 5. Pembagian petak dan peta kerja untuk masing-masing Unit


Pancang Tarik.
Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 16 2.4.1. Pembagian pekerjaan tenaga kerja sbb:
Gambar 6 : Ilustrasi pembagian regu kerja dan proses penyaradan dengan menggunakan Pancang Tarik. Susunan team pekerja:
1. Ketua regu Ketua regu berfungsi sebagai pengatur pekerjaan yaitu operator Pancang Tarik, hookman dan penebang. Ketua regu biasanya memiliki pengalaman yang lebih lama dan bisa mengerjakan semua pekerjaan baik mengoperasikan mesin Pancang, menebang pohon ataupun sebagai hookman.
2. Operator Pancang Tarik Operator Pancang Tarik bertugas untuk menjalankan operasional dan bertanggung jawab dalam pemeliharaan mesin Pancang Tarik. Sebaiknya pada saat proses penyaradan berlangsung, digunakan helm standar yang dilengkapi dengan tutup telinga, agar kerusakan gendang telinga dapat dihindari.
100 m
0-60%
1
2 3
4
5
Gambar 7. Operator Mesin
Pancang Tarik siap
menjalankan mesin.
1 = Operator Mesin Pancang
= Operator Mesin Pancang
= Helper Chainsawman/
Hookman
= Chainsawman
= Operator Mesin Pancang
2 3 4 5
Foto: Bambang Wahyudi
Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 17
Gambar 8: Operator Mesin
Pancang sedang
mempersiapkan
alat Pancang Tarik. Tugas lain dari operator adalah melakukan penggulungan sling dengan rapi agar sling tersebut dapat digunakan dalam waktu yang cukup lama (Gambar 10 ). Pada saat penggulungan kabel umumnya operator menggunakan ujung kayu untuk merapikan susunan kabel sambil memutarkan winch. Pada saat mengoperasikan mesin Pancang Tarik, untuk keamanan gendang telinga digunakan helm standard yang dilengkapi tutup telinga. Untuk memperlancar komunikasi kegiatan dengan anggota tim pada saat penyaradan berlangsung, digunakan alat komunikasi berupa radio komunikasi..
ARAH GULUNGAN
SALAH
B
BE
ARAH GULUNGAN
BENAR
BE
Gambar 9: Arah gulungan winch yang salah
dan benar.
Gambar 10: Proses perapian kabel sling
dengan menggunakan ujung
kayu.
Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 18
Foto: Bambang Wahyudi
3. Hookman (2 orang) Hookman bertugas untuk memperhatikan proses jalannya log dari tunggak menuju etape sampai ke Landing. Apabila log pada saat ditarik terhalang oleh pohon lain, maka Hookman memberikan tanda aba-aba dengan menggunakan radio komunikasi ke operator untuk menginformasikan kabel sling berhenti atau jalan. Apabila chocker tersedia, maka hookman dapat mempersiapkan lubang dan menyisipkan chocker kesekeliling batang. Tugas lain adalah membantu menarik kabel sling menuju batang yang akan disarad.
Gambar 11 . Hookman sedang mengikatkan hook dan melepaskan hook. Pada saat posisi log menyangkut pohon, maka Hook man bertugas memindahkan posisi hook ke tengah, ujung atau pangkal untuk memudahkan pemutaran log agar dapat memindahkan posisi log. Tugas lain dari Hook man adalah mempersiapkan lubang masuknya Hook. 4. Helper Chainsawman bertugas membantu operator chainsaw dalam proses penebangan semua pohon komersial dan memasang label merah ditunggak, bontos log dan menyimpannya untuk laporan produksi. Selain itu helper dari chainsawman juga akan membantu
Foto: Bambang Wahyudi
Foto: Bambang Wahyudi
Gambar 12. Hookman berupaya memasukan
Hook kedalam lubang.
Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 19 prsoses penyaradan untuk memasang dan melepas hook serta menarik kabel sling. 5. Chainsawman bertugas untuk menebang semua pohon komersial, membagi batang yang efisien dan ikut membantu proses penyaradan. Selain itu melakukan peruncingan pada pangkal/ujung batang, agar mudah disarad. .
Gambar 13 . Proses pembuatan takik rebah, takik balas , pemotongan ujung
dan pangkal batang.



2.5. Survei lapangan untuk dan penyesuaian jalur sarad oleh regu
Pancang


Tarik Sebelum pelaksanaan operasional Pancang Tarik dilakukan, maka regu Pancang Tarik melakuan pengontrolan di lapangan dengan melakukan penyesuaian tanda jalur sarad dengan pajang kabel sling yang ada serta kondisi topografi. Selain itu juga melihat kelompok potensi yang ada dalam petak tebangan.
Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 20
III. PROSEDUR KERJA PRODUKSI
3.1. Pembukaan Jalan Sarad Utama dan TPn Sebelum Penebangan
A. Kondisi yang diharapkan Pembukaan jalan sarad utama dilakukan jika diperlukan (tusukan) oleh operator buldoser sebelum penebangan dimulai, sesuai dengan hasil rencana pola sarad yang telah dibuat oleh regu perencanaan. Kegiatan ini dilakukan untuk mempermudah regu Pancang Tarik menuju posisi penyaradan.
B. Pelaksana Operator buldoser, operator Chainsaw dan helper, operator Pancang Tarik.
C. Peralatan dan bahan
· Buldoser, Chainsaw dan Pancang Tarik
· Chainsaw
D. Prinsip pembukaan jalan sarad, jalur sarad dan TPn Pendorongan trase jalan sarad utama (tusukan) oleh buldoser hanya boleh dilakukan sampai dengan tanda stop yang telah ditentukan oleh regu perencanaan. Penambahan jalan sarad dimungkinkan apabila ada kendala pada Etape terakhir, dimana Alat Pancang Tarik tidak dapat melakukan manuver ataupun terkendala oleh topografi yang sangat curam dan berbatu. Penambahan jalan sarad (tusukan) ini hanya boleh dilakukan setelah mendapat persetujuan dari regu perencanaan. Adapun beberapa hal yang penting yang harus diperhatikan adalah: 1. Gunakan peta kerja (peta pohon dan peta topografi) untuk perencanaan kerja setiap hari. 2. Jalan sarad direalisasikan sesuai dengan perencanaan di peta dan seperti yang ditandai di lapangan. 3. Buatlah jalan sarad sekecil mungkin (tidak lebih dari 4 m); hindari kerusakan pohon-pohon di sepanjang jalan sarad (Gambar 14). 4. Jangan melakukan pengupasan tanah (blading) hanya jika perlu. 5. Jangan medorong pohon-pohon di kiri kanan jalan sarad yang bercat merah. 6. Jalur sarad hanya boleh dilewati oleh alat Pancang Tarik.
Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 21
Gambar 14: .Pembuatan terase jalan sarad/tusukan (gambar kiri) dan jalur
sarad (gambar kanan) sebelum kegiatan penebangan.
3.2. Penebangan Terarah Sesuai dengan Jalan Sarad dan Pembagian
Batang
A. Hasil Yang Diharapkan Tebang terarah adalah penebangan pohon-pohon secara tepat ke arah/tempat jatuhnya pohon yang telah direncanakan sejajar ke jalur Pancang Tarik sebelumnya2*) Tujuan tebang terarah adalah: 1. Mengurangi kerusakan terhadap tegakan tinggal, permudaan dan keterbukaan tanah melalui proses penyaradan. 2. Pemanfaatan kayu yang maksimal dengan mengurangi limbah 3. Mengurangi jalur sarad Pancang Tarik. 4. Mengurangi tingkat kecelakaan pada saat pemanenan dan mengurangi biaya operasional lainnya.
*) Direncanakan sebelumnya:
Penentuan pada saat perencanaan opersional pada peta kerja.
Penentuan arah rebah ditentukan sebelumnya oleh operator Chainsaw sesuai dengan kondisi pohon
terakhir di lapangan.
Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 22
B. Pelaksana
· Regu Alat Pancang Tarik (Operator Alat Pancang Tarik, Hook Man, Chainsawman dan helper).
C. Peralatan dan bahan
· Mesin Pancang Tarik (Pancang Tarik)
· 2 buah Chainsaw yang terdiri dari STIHL 70 dan STIHL 030
· Chain Block (katrol)
· Paku U, Paku S
· Sling dengan panjang 6 m
· Parang,
· Sarung tangan dari kulit
· Baji untuk penebangan dan pembagian batang,
· Spare parts (rantai dan bar cadangan)
· Alat (kikir, kunci busi, busi, kunci pas, palu dll.)
· Petrol, oli bekas, gemuk
· Peta kerja (peta pohon dengan rencana jalan sarad)
· Kertas dan ballpoint
· Pakaian pengaman (sarung tangan, helm standard, sepatu kerja),
· Pita diameter
· Air minum, makanan.
D. Prosedur penebangan terarah
1. Persiapan
· Pengontrolan kelengkapan peralatan dan bahan bakar (peralatan kerja, spare parts, solar, pelumas, dll.)
· Rencana harian dengan bantuan peta rencana kerja (peta pohon dan peta kontur dengan jalur sarad Pancang Tarik
· Mempelajari posisi jalur sarad Pancang Tarik yang telah direcanakan dan Tempat pengumpulan kayu sementara (TPn)
· Menentukan posisi landing (etape)
2. Definisi tebang terarah
· Menentukan arah rebah dengan mempertimbangkan keadaan pohon yaitu: bentuk tajuk dan batang yang tidak silindris, arah angin, cacat pada batang, keadaan liana yang terkait dengan pohon lain.
· Arah rebah membelakangi arah penyaradan agar tidak mengganggu proses penyaradan, dan diupayakan arah sejajar dengan jalur Pancang Tarik.
· Menghindari kerusakan pada saat penebangan pohon komersial terhadap pohon inti.
· Menghindari arah rebah ke tempat yang banyak permudaan.
Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 23
· Jangan menebang pohon ke daerah yang dilindungi (kiri-kanan sungai).
· Jangan menebang pohon ke arah anak sungai, batu, tunggak, daerah cekungan agar kayu tidak pecah.
· Tebanglah semua pohon ke daerah yang sudah terbuka, tetapi jangan menebang lebih dari 2 pohon dalam satu tempat yang terbuka.
· Penebangan dilakukan disesuaikan dengan kondisi pohon dan kondisi
topografi di lapangan.
3. Pertimbangan Penebangan
· Utamakan keselamatan kerja, jangan menebang pohon jika merasa ragu akan timbulnya bahaya, misalnya terhadap liana, pohon yang condong.
· Pohon yang ditebang tidak pecah dan dapat dijangkau oleh kabel sling Pancang Tarik.
· Jangan menebang pada saat angin kencang.
· Bersihkan pangkal pohon dan sekitarnya dengan radius yang cukup.
· Amankan semua peralatan sebelum penebangan dilakukan.
· Yakinkan pada saat penebangan tidak ada orang lain disekitarnya (dengan radius sebesar dua kali dari pohon yang akan ditebang).
· Usahakan takik rebah serendah mungkin untuk memperoleh volume kayu yang lebih besar (Gambar 15-kiri); jika pohon berbanir, letakkanlah takik rebah secukupnya.
· Buat takik rebah kurang lebih 1/3 diameter pohon yang akan ditebang. Jika takik rebah sudah terbuka, maka nampak mulut takik rebah membentuk sudut 45o (Gambar 15-kanan). Peletakan takik balas berkisar antara 5-10 cm terhadap takik rebah.
Gambar 15. Sudut takik rebah sebesar 45 o dan posisi takik balas.
· Potonglah pada kedua sisi sedalam 5-10 cm agar kayu tidak pecah.
· Gunakan baji dari kayu untuk menjamin keselamatan penebang dan menjamin arah rebah pohon seperti apa yang telah direncanakan. Berhati-hatilah untuk menebang pohon yang kering.
· Memberikan isyarat pada saat membuat takik balas.
Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 24
· Pasanglah potongan label pertama pada tunggak untuk kontrol dan label kedua pada batang yang disarad serta yang ketiga dilaporkan oleh Chainsaw operator pada mandor tebang.
· Buatlah peruncingan seminimal mungkin pada salah satu bontos log yang akan disarad, untuk memudahkan proses penyaradan dengan Pancang Tarik (Gambar 16).
4. Kegiatan setelah penebangan
· Manfaatkan semua kayu yang komersil yang telah ditebang – juga jika kayu yang ditebang mempunyai kualitas rendah dan masih dapat digunakan, seperti kayu yang berlobang jika besarnya lobang tidak lebih dari 1/3 dari besarnya diameter.
· Jika kayu yang ditebang berbanir, potonglah bagian banir tersebut sampai terlihat silindris.
· Jika kualitas kayu di atas cabang pertama mempunyai kualitas kayu cukup baik (panjang 2 m atau lebih), potonglah log tersebut sampai di atas cabang pertama yang masih bisa dimanfaatkan.
· Potonglah panjang log sesuai dengan kemampuan sarad mesin Pancang Tarik.
· Catatlah jumlah kayu yang dipotong pada peta kerja dan tandai pada log dengan kapur crayon dan pemasangan label merah.
· Setelah aktivitas penebangan selesai, maka Operator Chainsaw dan helper membantu regu Pancang Tarik untuk memperlancar proses penyaradan.
5. Laporan harian Setiap sore hari operator Chainsaw memberikan laporan rutin penebangan kepada Mandor blok berdasarkan label dari pohon yang sudah ditebang.
3.3. Prinsip perencanaan dan penggunaan Sistem Pancang Tarik 1. Dengan menggunakan sistem Pancang Tarik maka peletakan trase jalan utama, jalan cabang ataupun jalan ranting serta jalan sarad baiknya dilakukan pada daerah pematang (punggung). 2. Untuk memudahkan dan meningkatakan keselamatan pekerja (uphill skidding) 3. Mengurangi erosi tanah 4. Panjang jalur sarad utama disesuaikan dengan penyebaran posisi pohon dan hanya direncanakan sesuai dengan keperluan. 5. Posisi alat Pancang Tarik dipasang pada posisi dimana dapat menjangkau sebanyak mungkin pohon yang akan disarad.
Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 25 6. Gunakan pohon support tree/pohon tambat dari pohon yang akan ditebang (pohon komersial). 7. Panjang bentangan kabel Pancang Tarik berkisar antara 100 m, tergantung pada kondisi kelerengan topografi, jenis dan diemensi kayu yang disarad. 8. Sebaiknya TPn/Landing direncanakan di atas punggung (uphill skidding) dan di tempat yang datar. 9. Hindari (jika mungkin) jalur sarad Pancang Tarik melintasi sungai, anak sungai dan daerah berbatu. 10.Rencanakan jalur sarad sedemikian rupa sehingga alat Pancang Tarik tidak terlalu sering berpindah tempat. 11.Gunakan Chain Blok pada posisi kayu/log yang kurang sesuai dengan arah jalur sarad Pancang Tarik. 12.Untuk mempermudah proses penyaradan dengan Pancang Tarik maka diupayakan agar menambahkan jalan sarad (tusukan) sesuai kebutuhan di lapangan dengan berkoordinasi dengan regu perencanaan .
C. Bahan dan Peralatan
· Peta pohon dan peta topografi (peta kerja dengan skala 1:5.000)
· Kompas
· Meteran
· Ribon
D. Prinsip pembuatan jalan sarad dan TPn
· Buatlah TPn sekecil mungkin, jika hanya beberapa log, gunakan sisi jalan tanpa perlu persiapan.
· Buatlah TPn pada daerah di pinggir jalan yang kering dan datar (kelerengan < 5%).
· Jalan sarad diusahakan tidak melewati areal yang banyak terdapat pohonpohon bermanfaat (sumber pangan masyarakat) dan dilindungi.
· Pengecekan pembuatan jalur sarad di lapangan sama dengan rencana di peta.
· Buat koreksi di peta berdasarkan realisasi pembuatan jalan sarad di lapangan.




3.4. Penyaradan dengan Menggunakan teknik "Winching"



A. Sasaran Tujuan utama dari penyaradan dengan menggunakan Pancang Tarik dalam teknik RIL adalah:
· Untuk mengeluarkan kayu dari lokasi penebangan sampai ke TPn, dengan mengurangi kerusakan terhadap tegakan tinggal dan keterbukaan tanah
Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 26 yang sekecil mungkin yaitu dengan perencanaan atau penandaan jalur sarad dan TPn sebelum penebangan.
· Mengurangi biaya penyaradan, kerusakan tanah dan tegakan tinggal.
B. Pelaksana Operator Pancang Tarik dan pembantunya (Hookman)
C. Bahan dan peralatan
· Helm standard yang dilengkapi tutup telinga
· Alat Pancang Tarik dengan kabel 7/8 inch pada drum sepanjang 100 m. Kabel cadangan dipersiapkan 100 m.
· Kabel sling 5/8 inch dengan panjang 6 meter.
· Paku U
· Palu
· Sarung tangan dari kulit
· Radio Komunikasi
· Kunci Pas untuk mesin Dompfeng (ukuran 14, 16, 17, 20, 22)
· Kunci Pas mesin Pancang Tarik (ukuran 24, 30)
· Peta kerja (peta pohon dan peta topografi dengan rencana jalur sarad)
· Blangko untuk laporan
D. Prinsip penyaradan Prinsip-prionsip penyaradan dengan menggunakan Mesin Pancang Tarik adalah sebagai berikut: 1. Hindari pengupasan tanah pada saat penyaradan dengan meruncingkan salah satu bagian depan ujung log (Gambar 17).
Gambar 17. Peruncingan salah satu ujung/pangkal log oleh Chainsawman
untuk memudahkan penyaradan. 2. Untuk keselamatan regu Pancang Tarik, hindari penyaradan pada saat hujan deras. 3. Gunakan peta rencana kerja untuk mengontrol kayu yang disarad dan laporan dari penebang.
Gambar 16. Helm Standard
Sumber: Husqvarna
.
Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 27 4. Gunakanlah winching dari landing sampai ke log yang disarad dengan panjang 100 m. 5. Untuk mengatur arah kayu gunakan chain blok pada saat menyarad dimana posisi kayu tidak sejajar dengan jalur sarad (Gambar 18).
Gambar 18 . Chain Blok digunakan pada posisi jalur sarad yang tidak sejajar
dengan jalur sarad. 6. Upayakan tidak mengunakan pohon induk sebagai katrol untuk memindahkan posisi batang kearah jalur yang dikehendaki (Gambar 19). Hal ini akan menyebabkan kabel sling akan melukai pohon yang dijadikan sebagai tumpuan dan mempercepat putusnya kabel sling.
Gambar 19. Pemasangan kabel ke pohon induk untuk menggeser arah log
sebagai contoh yang salah. 7. Lakukanlah pembagian batang, bila volume batang yang disarad melebihi kapasitas alat Pancang Tarik. 8. Kumpulkan dan susun batang kayu yang telah di sarad pada etape pertama didepan alat Pancang Tarik.
Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 28 9. Lanjutan penyaradan dengan Pancang Tarik dari etape pertama menuju ke etape berikutnya, sampai semua log dilangsir menuju TPn. 10.Lebih optimal bila dalam penyaradan dimanfaatkan "Choker" (Gambar 32 c).. 11.Gunakan sarung tangan dari kulit pada saat Hookman menarik kabel sling dan pada saat operator buldoser menjalankan mesin Pancang Tarik atau menyusun gulungan kabel sling (Gambar 19).
Gambar 20: Sarung tangan yang terbuat dari
kulit yang dapat digunakan
saat menarik sling/hook dan
menyusun kabel sling.
(Sumber: Husqvarna) 12.Berikan oli bekas secara rutin pada saat penyaradan berlangsung ke semua gear yang bergerak agar proses penyaradan bisa berjalan dengan lancar. 13.Gunakan buldoser/skidder untuk menyarad log keluar dari jalan sarad menuju TPn (Jalan utama/cabang/ranting). 14.Untuk menjaga log agar tidak meluncur ke bawah dan menjaga keselamatan hookman, gunakan sling ½ inch dan paku U pada saat penyaradan di topografi yang curam dengan mengikatkan kabel sling ke bagian pohon yang dianggap kuat. 15.Untuk kelancaran penyaradan pada topografi yang curam, gunakan dua alat Pancang Tarik dengan jarak antar masing-masing alat 100 m.
Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 29
Gambar 21. Kegiatan penyaradan dengan "Winching" (kiri) dan bekas jalan
log di jalur sarad (Foto: Bambang Wahyudi).


3.5. Cara Menyarad Log dengan Unit Pancang Tarik

Prinsip kerja penyaradan kayu dengan Unit Pancang Tarik adalah sebagai berikut: 1. Spesifikasi Mesin Pancang Tarik Spesifikasi mesin Pancang Tarik yang digunakan meliputi mesin penggerak merk Donfeng/Inda/Yanmar dengan kekuatan 22 PK, kemudian alat ini juga dilengkapi dengan 6-8 roda gigi (gear) dengan bahan bakar solar (Gambar 21).
Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 30 Keterangan: 1. Mesin Penggerak 2. Pully 3. V-Belt 4. Gear Box (transmisi) 5. Poros 6. Roda Gigi 7. Bantalan roll 8. Kabel sling 9. Rangka
Gambar 22 . Skema Mesin Pancang Tarik (Hertianti, 2005) 2. Perpindahan Unit Pancang Tarik Panaskan alat Pancang Tarik dan bawalah ke lokasi penebangan yang sesuai dengan hasil undian anak petak yang telah diperoleh regu Pancang Tarik (Gambar 23). Alat ini berjalan secara manual dengan cara menghidupkan mesin, kabel winch diulurkan antara 5 – 10 m dan diikatkan ke salah satu pohon yang terletak di jalur sarad yang telah ditandai sebelumnya. Gulung kabel winch secara perlahan-lahan sampai mendekati pohon yang dituju. Setelah itu lepas ikatannya lalu ulurkan kabel sling tersebut sampai ke titik sasaran pada pohon berikutnya. Kegiatan ini dilakukan sampai menuju Etape yang terjauh dari jalan. Hal ini bertujuan agar batang-batang yang telah ditebang tidak mengganggu atau merintangi jalur sarad pada saat proses penyaradan berlangsung.
Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 31
Gambar 23: Operator Unit
Pancang
Tarik
sedang
membawa alat
menuju
tempat tambat. 3. Siapkan gelagar/landasan dan pohon yang kokoh untuk meletakan dan mengikatkan alat Pancang Tarik. Selanjutnya unit Pancang Tarik ditambat pada pohon yang dijamin kokoh dan tidak roboh oleh gaya tarik Unit Pancang Tarik dan beban dari log pada saat penyaradan berlansung. Diperkirakan posisi pohon yang dipilih sebagai pohon tambat dapat dipergunakan untuk menarik semua kayu atau sebagian besar kayu-kayu yang telah ditebang (Gambar 24). Buatlah lubang pada bagian banir atau koakan untuk memasang kabel sling, sehingga kabel sling tidak mudah bergerak. Setelah Unit Pancang Tarik terikat dengan kencang, ikatlah kabel sling tersebut dengan baut skrup. Pastikan Unit Pancang Tarik tidak bergerak pada saat penarikan kayu dimulai.
Gambar 24: Proses Unit Pancang Tarik menuju Etape (kiri) dan
pengencangan kabel sling dengan baut skrup (kanan).
Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 32
Gambar 25. Pengikatan Unit Pancang Tarik ke pohon tambat (support tree)
dan pengencangan kabel sling dengan baut skrup. 4. Persiapan Alat Sebelum dilakukan proses penyaradan, maka operator melakukan pengisian bahan bakar dan mengisi air pendingin. Setelah itu dilakukan pemanasan alat sambil memberikan minyak pelumas pada semua gear yang berputar, agar proses penyaradan dapat berjalan dengan lancar. 5. Penebangan · Penebangan dilakukan terlebih dahulu pada pohon yang terjauh dalam satu trayek penyaradan, agar tajuk yang ditingalkan tidak mengganggu penyaradan berikutnya. · Arah rebah diupayakan membelakangi arah penyaradan dan arah rebahnya diupayakan sejajar dengan jalur sarad. · Setelah pohon tumbang maka dilakukan trimming dan bucking menurut aturan pemotongan yang berlaku di perusahaan. Selain juga mempertimbangkan kemampuan Unit Pancang Tarik untuk menyarad yang disesuaikan dengan dimensi, jenis kayu yang disarad. · Mengambil ekolin merah untuk ditempelkan ditunggak, dibontos kayu dan dibawa untuk diserahkan ke Mandor Tebang. · Meruncingkan salah satu ujung batang yang terdekat dengan Unit Pancang Tarik, agar pada saat penyaradan ujung kayu tidak menggaruk permukaan tanah terlalu dalam yang akan menghindari putusnya kabel sling. Peruncingan dilakukan seminimal mungkin (± 20 cm) agar volume kayu yang didapat lebih banyak (Gambar 26).
· Proses pemotongan pangkal batang ini hanya boleh dilakukan di TPn.
Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 33
Gambar 26 : Cara peruncingan ujung/pangkal batang yang salah (kiri) dan
benar (kanan).
Gambar 27 : Peruncingan pangkal batang yang benar. 6. Hidupkan dan panaskan mesin Pancang Tarik, ulurkan kabel sling secara perlahan-lahan. Tahap selanjutnya hook man akan menarik hook dan kabel sling dan mengikatkan sling pada kayu yang disarad. Hookman
×
Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 34 memberikan aba-aba kepada operator mesin Pancang Tarik untuk segera menarik kayu tersebut secara perlahan-lahan. Pada saat posisi batang yang letaknya melintang dari jalur sarad ataupun menyangkut pohon, biasanya hookman segera memberikan aba-aba stop dan memindahkan posisi hook ketengah ataupun ke posisi belakang yang disesuaikan posisi batang (Gambar 28).
Foto: Bambang Wahyudi
Gambar 28 : Operator Mesin Pancang Tarik sedang mengulurkan kabel
winch (kiri) dan Hookman menarik kabel sling menuju
batang yang akan disarad.
Gambar 29 : Proses pemasangan Hook (kiri) dan pengalihan posisi Hook ke
bagian belakang agar posisi batang dapat bergeser ke jalur
penyaradan yang diinginkan. 7. Jika Hookman dapat melihat dengan jelas operator Mesin Pancang Tarik, gunakanlah aba-aba maju, mundur atau pun stop. Kalau tidak terlihat, maka gunakan teriakan secara sambung-menyambung antara Hookman sampai ke operator dengan bunyi stop, maju ataupun mundur (Gambar 30). Sebaiknya gunakan radio komunikasi untuk berkomunikasi radio antara Hookman dengan Operator Mesin Pancang Tarik.
Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 35
Gambar 30. Hookman yang sedang memberikan aba-aba ke Operator
Pancang Tarik secara manual. 8. Untuk kelancaran dan keselamatan kerja anggota regu Pancang Tarik, khususnya pada jarak winching 100 meter untuk menggunakan alat radio komunikasi.
Gambar 31: Operator Pancang Tarik sedang berkomunikasi radio dengan
Hookman. 9. Untuk kabel sling yang sudah beberapa kali putus, siapkan sambungan sling yang berukuran 50 meter (Gambar 32 d) dan segera sambungkan sling dengan yang ada di mesin Pancang Tarik agar panjang sling keseluruhan dapat mencapai 100 m atau lebih. Gunakan Hook standard agar safety untuk hookman dapat terjamin.
Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 36
Gambar 32: Model Hook yang aman untuk proses penyaradan (a dan b),
Kabel sling dengan ukuran 6 m dan 50 m (c), dan proses
penyambungan sling pada saat penyaradan berlangsung (d).
a b c d
Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 37




IV. KEGIATAN REGU PERENCANAAN DAN PRODUKSI



Pengontrolan Hasil Pekerjaan Penebangan dan Penyaradan Kegiatan pengontrolan oleh mandor blok (supervisor) dilakukan secara rutin setiap hari. Setiap mandor blok bertugas mengawasi dan memberikan pengarahan maksimal untuk 3 regu Pancang Tarik secara bergantian. Hasil penilaian lapangan dapat digunakan sebagai dasar penentuan sistem premie dan peringatan. Kegiatan evaluasi oleh tim gabungan dari bidang perencanaan dan produksi dilakukan satu kali dalam sebulan, untuk mengevaluasi hasil penilaian mandor blok terhadap regu Pancang Tarik. Pengontrolan terhadap kualitas penebangan dan penyaradan dilakukan secara acak dengan jumlah sampel petak tebangan yang mewakili hasil penilaian. Tujuan evaluasi setelah pemanenan yaitu dapat memberikan ukuran keberhasilan mulai dari perencanaan sampai dengan pembalakan untuk diperbaiki oleh Unit Manajemen. Selain itu semua masalah di lapangan dapat diidentifikasi dan disesuaikan dengan standard operational prosedur yang ada diperusahaan yang mengacu kepada prinsip-prinsip Reduced Impact Logging (RIL). Evaluasi kegiantan penebangan dan penyaradan: a. Evaluasi harian terhadap prestasi kerja dilakukan dengan menghitung jumlah batang yang disarad pada hari itu. b. Evaluasi bulanan terhadap prestasi kerja dilakukan dengan menghitung volume kayu yang disarad. c. Evaluasi terhadap kualitas pekerjaan dilakukan dengan : · Melihat tingkat kerusakan hutan yang timbul oleh Pancang Tarik dan traktor. · Teknik penebangan (arah sarad, takik rebah, limbah penebangan, dll.) · Penggunaan peta kerja, pemasangan label pohon ditunggak dan batang yang disarad. · Penggunaan alat pelindung diri setiap hari (sarung tangan, helm standard, sepatu, dll.). · Sudetan / penahan erosi yang dibuat.
Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 38]

DAFTAR PUSTAKA
Hertianti, E. 2005. Studi penyaradan kayu dengan sistem monokabel (Mesin Pancang) di kampung Sungai Linuq Kecamatan Tabang Kabupaten Kutai Kertanegara. [tesis]. Samarinda: Program Pasca Sarjana Unmul. Samarinda.


Klassen, A. 2005. Pertimbangan dalam merencanakan pembalakan berdampak rendah. Tropical Forest Foundation. 64 hlm.


Klassen, A. dan Hasbillah.. 2005.Prosedur Survei Topografi Hutan Dan Pemetaan Pohon.. Tropical Forest Foundation. 64 hlm.


Ruslim, Y. 1998. Petunjuk Dasar Dalam Timber Cruising Dan Survei Topografi. SFMP Dokumen No. 06 b. 19 hlm.


Ruslim, Y. 1999. Panduan Teknis Pelaksanaan Reduced Impact logging (RIL). . SFMP Dokumen No. 10 b. 25 hlm.


Ruslim, Y., Hinrichs. A. dan Sulistioadi, B. 2000. Studi implementasi reduced impact tractor logging. SFMP Document No. 01b.


Ruslim, Y. 2011. Penerapan Reduced Impact Logging MenggunakanMonocable Winch (Pancang Tarik). Jurnal Manajemen Hutan Tropika. Vol XVII, (3): 103-110. Desember 2011.

Ruslim, Y. 2011. Aspek Teknis dan Ekonomis Penyaradan dengan menggunakan Pancang Tarik (Monocable Winch) di PT Belayan River Timber. Jurnal Dipterokarpa, ISSN: 1978-8746, Volume 5, No. 1,. 103- 110.

Komentar

Posting Komentar

TERPOPULER

Isolasi Lignin Pulp Soda dan Sulfat (Kraft)

Sejarah Sylva Indonesia: Rimbawan, yuk berjuang kolektif!

Masyarakat Adat vs RUU Pertanahan, Sebuah Refleksi Hari Tani, Utopis Kelestarian Hutan?

Kehutanan Berduka,Wafatnya Prof.Dr.Ir.H.R.Sambas Wirakusumah MSc.

Rimba 2019: Mahasiswa Berprestasi, Tanamkan Kode Etik Rimbawan

Karhutla di Kaltim: Surga Angrek Hitam Cagar Alam Kresik Luway Hangus

Symposium dan Konferensi Nasional Sylva Indonesia Jogjakarta

UPAYA REHABILITAS LAHAN KRITIS

Informasi data berita tentang fakta,edukasi dan analisis tentang kehutanan, pertanian, pendidikan budaya sosial dan lingkungan hidup. Ragam berita konservasi dan sains lingkungan. @ Seorang pembelajar yang menyenangi membaca dan menulis Jurnal ilmiah. Acap kali juga ngopi dengan penjaga toilet, satpam dan tukang parkir di pinggiran jalan . Kadang mendaki gunung dan memancing ikan dilaut. Masa kecilku Sering nongkrong di sawah bersama petani dan mengembala kerbau di Ladang. @nagadragn