Sejarah Sylva Indonesia: Rimbawan, yuk berjuang kolektif!


Sejarah Sylva Indonesia dan Faktualitas Kondisi Hutan 
  • Ditulis Oleh FITRIYANI SINAGA


Kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat tidak terlepas dari  Sumber Daya Manusia. Perguruan tinggi melahirkan pendidikan tinggi, pembangunan sumberdaya manusia untuk tenaga kerja yang terampil. Mahasiswa sebagai bagian daripada masyarakat memiliki fungsi dan peran yang sangat strategis turut berperan memberikan kontribusi  untuk membangun sumber daya manusia melalui lembaga mahasiswa.


Kelembagaan organisasi mahasiswa kehutanan, diawali 2 hingga kini telah 46 dari 66 perguruan tinggi  Jurusan kehutanan. Sylva Indonesia sebagai ikatan mahasiswa kehutanan Indonesia kini telah memasuki usia ke-6 dasawarsa dan masih tetap perkasa, “Tua tak menua, seperti pohon Ulin (Eusideroxylon zwageri)”. Hingga saat ini masih senantiasa mempertahankan eksistensinya dengan menjunjung tinggi independensi seorang rimbawan.

Titik nadir berupa perbaikan terhadap hutan,kerusakan lingkungan dan kemiskinan masyarakat selalu diwacanakan. Tapi pada realitasnya, Hutan indonesia kini berada  dalam  kondisi  darurat. Sebuah kenyataan yang masih jauh dari amanat konstitusi Sylva Indonesia yang dalam visinya memaksimalkan potensi sumber daya mahasiswa kehutanan Indonesia dalam pengelolaan sumber daya hutan yang lestari, adil dan demokratis.

Faktualitas Hutan Indonesia dan Gejolak Mahasiswa Kehutanan Sebelum  Reformasi dan Pasca Reformasi

Keberadaan hutan ditentukan pada tinggi rendahnya kesadaran manusia akan arti penting hutan dalam pemanfaatan dan pengelolaan hutan. Eksploitasi hutan sudah marak dilakukan tanpa perencanaan Pengelolaan yang berkelanjutan. Sejak orde lama tahun 1950-an, pemerintah Indonesia telah melaksanakan program rehabilitasi Hutan, akan tetapi deforestrasi hutan tetap tidak dapat di hindarkan.

Dengan semangat jiwa rimbawan Pertanian UI dan Kehutanan UGM mendirikan suatu kelembagaan organisasi yang mengawal untuk terbentuknya Ikatan Senat Mahasiswa kehutanan Indonesia. Kajian dan riset mahasiswa kerap dilakukan dalam mengawal isu-isu kehutanan.
Pada awal pemerintahan orde baru pada 12 maret 1966, kebijakan program diawali dengan paradigma pembangunan ekonomi dan tidak mempertimbangkan aspek ekologi. Pemerintah Indonesia melancarkan kebijakanya dengan memperbolehkan sektor swasta untuk menebang dan mengekspor kayu bulat.

UU No. 1 Tahun 1967 dan UU No. 6 Tahun 1968 tentang investasi asing dan dalam negeri. UU kehutanan No.5 Tahun 1967 dan PP No.21 tahun 1970 mengenai dasar hukum dibolehkannya melakukan konsesi Hak penguasaan Hutan(HPH) selama 20-25 tahun. Sejalan dengan aktivitas HPH dan industrialisasi seperti kasus di Kalimantan Timur telah diberi areal konsesi 11 juta Hektar tahun 1969-1974 (world Resourches Institute, 2000). Lonjakan ekspor log dari 5,2 juta meter kubik tahun 1969-1970 menjadi 24,3 juta meter kubik tahun 1973/1974.

Hingga pada tahun 1979-an Indonesia mendapat predikat pertama dalam eksportir kayu tropis terbesar dunia. Predikat ini menjadi suatu pukulan untuk mahasiswa kehutanan untuk bangkit kembali melakukan perlawanan dan berperan agar dapat terlibat dalam segala aktivitas sektor kehutanan. Senat Unmul  terdorong untuk memprakarsai konsolidasi dengan senat kehutanan UI (sekarang berubah jadi IPB) dan kehutanan UGM untuk melakukan pendiskusian-pendiskusian permasalahan kehutanan dalam bentuk Kongres. Hingga pada tahun 1980-an luas hutan seluas

Sampai tahun 1990, Industri kayu lapis menghasilkan 8,5 juta metr kubik kayu panel setahun, yang merupakan 75 % dari ekspor kayu tropis dunia(FAO, 1990). Selanjutnya tahun 1992, pelarangan kayu bulat dicabut. Meskipun demikian pelarangan digantikan pajak ekspor yang tinggi sehingga lahirlah penerapan Program Hutan Tanaman Industri(HTI) dalam Keputusan Menteri No.228/Kpts-II/1990 dan No. 83/Kpts-IV/1991. Selanjutnya Krisis Moneter pada pertengan tahun 1997 membuka pintu  bagi reformasi kebijakan kehutanan yang ada. Karena tekanan dari luar terutama IMF dan bank dunia, reformasi kebijakan kehutanan dilakukan dan UU kehutanan yang baru dikeluarkan pada tahun 1999 yaitu UU Kehutanan No. 41/1999.

Pada masa sebelum reformasi periode kepengurusan Senat mahasiswa kehutanan Indonesia  cenderung sangat lama hingga sampai 5 -8 tahun setiap periode. Sedangkan setelah pasca reformasi ditetapkan jangka periodenya untuk satu periode hanya 2 tahun. Bersamaaan pada sebelum reformasi, menurut Forest watch Indonesia(FWI) laju deforestari tertinggi indonesia terjadi pada rentang waktu 1985-2000.

Tahun 2000 dan seterusnya desentralisasi dalam kepemerintahan mulai diterapkan. Kanwil dibubatkan dan dialihkan ke Dinas kehutanan provinsi dan setelah itu sempat beralih ke tingkat kabupaten dan saat kini telah kembali Provinsi. Ppada tahun 2003, luas hutan Indonesia seluas 120,34 Juta hektare. Tahun 2007-2009 Hutan Indonesia semakin terdegradasi dengan adanya pembagian izin dan fungsi kawasan oleh kementerian kehutanan.

Pada data Badan Pusat statistik(BPS), Luas hutan pada tahun 2017 mencapai 126.094.366,71 hektare dengan laju perkiraan deforestasi menurut Kementrian lingkungan dan kehutanan mencapai 450.000 hektare pertahun. Laju deforestasi semakin meningkat dengan pesat, Sejak munculnya kebijaka itu para pendahulu Sylva Indonesia banyak melakukan gerakan gerakan secara individu dalam mengkritisi pemerintah dalam tulisannya.

Tokoh familiar yang aktif di Sylva Indonesia  sebelum reformasi, kita dapat mengetahuinya seperti, Prof.Dr.Ir Hariadi Kartodihatrjo.MSc(IPB), Prof.Dr.Ir.BDAS Simarangkir. M.A.Sc(UNMUL), Prof.Dr.Ir Sanafri awang (UGM), Prof. Dr.Ir.H Nurdin Abdullah(UNHAS), Seto Pragnyono, Sugeng Suprianto, Alm-Ilyas Kadir Daud, Martua Sirait, Muayat Ali Mushi, Darwin Pasaribu, , Ferry Firmansyah, Lili Hasanuddin, Henri Risang Purwadi, Andi Azizi, Alm-Yousrul Raffle, Suhasman,Edi Suhardi, Iyep Yudi winata dan tokoh lainnya.

Jejak Sejarah Tua dan Dinamika Sylva Indonesia


Kelembagaan mahasiswa kehutanan Indonesia adalah sejarah yang sangat tua. Sylva Indonesia merupakan  Ikatan yang menghimpun mahasiswa kehutanan indonesia yang ada di tiap fakultas, jurusan atau program studi kehutanan.  Berdiri sejak 30 Januari 1959 melalui kongres senat I di Baturaden, Yogyakarta. Kongres tersebut dihadiri oleh senat mahasiswa Fahutan IPB dan UGM. Tahun 1961 kongres II dilaksanakan dan yang menjadi ketua presidium adalah perwakilan dari UGM. Setelah kongres II ini digelar kedua anggota Sylva Indonesia ini mengalami kevakuman sampai akhirnya pada tahun 1971 kembali menggelar kongres Sylva Indonesia III di Madiun.

Setelah 8 tahun berlalu, tahun 1979 Fahutan Unmul memprakarsai konsolidasi ke UGM, IPB dan Dikti untuk megaktifkan kembali Sylva Indonesia(SI) seiring terbitnya SK Mendikbud N0.0156/1978 dan Instruktur Dirjen Dikti No. 002/DJ/INST 1978 tentang Ikatan Senat Mahasiswa Sejenis (ISMS) dalam NKK. Konsolidasi memutuskan untuk melakukan sidang pendahuluan. Pada Maret tahun 1980 bertempat di Samarinda, Unmul menginisiasi untuk mengundang senat mahasiswa kehutanan Indonesia lainnya. Sidang dihadiri oleh 7 senat mahasiswa yaitu, Unmul, IPB, Unhas, Untan, Unlam, Uncen dan AIK dengan segala pembiyayaan akomodasi di tanggung oleh Unmul.

Tanggal 16-19 Juni Tahun 1980, Unmul sebagai Tuan rumah Kongres IV yang dihadiri 9 senat mahasiswa bertema Dengan Kesatuan Jiwa, Pikiran, dan Tenaga Korp Rimbawan Indonesia Kita Capai Masyarakat Adil dan Makmur” terlaksana di Hotel Soekarno Samarinda dan  kantor DPRD Provinsi Kalimantan Timur.

Perkembangan SI kian pesat hingga pada tanggal 1-7 Februari tahun 1987 diadakan Konperensi Sylva Indonesia V dan Seminar Ilmu-Ilmu kehutanan di Ujung Pandang.  Seiring berjalannya dinamika SI hingga pada  Konferensi ke X pada tahun 1998 kembali di Unhas dengan terpilihnya Ivan Cahyana dari UNHAS sebagai Sekertaris Jenderal(sekjen). Tak lama kemudian dalam awal programnya beliau mengundurkan diri di malang sehingga diadakan kembali Konferensi. Yuyun Kurniawan dari Universitas Tanjungpura(Untan)periode 1999-2001.

Pasca reformasi ternyata membawa dampak signifikan pada tubuh SI.  Tahun 2001, SI mulai melakukan pentaan dan mereformasi segala hal gagasan dengan Konferensi yang melahirkan banyak perubahan, UGM terpilih menjadi Sekjen atas nama Robbi Royana periode 2001-2005 dengan program unggulan, magang seluruh pengurus cabang di beberapa taman nasional yang bekerjasama dengan PHKA Kementerian Kehutanan dan Lembaga donor DFID.

Kepemimpinan Sekjen saudara Yusuf dari Universitas Sumatera utara(USU) pada konferensi 2005 mengalami kevakuman dan stagnan selama 3 tahun. Kemudian tahun 2008 SI bangkit lagi dan menggelar konferensi  XIV di Medan, Faridh AL-Muhayat dari Universitas lampung (Unila) terpilih menjadi sekjen periode 2008-2010. Konferensi  XV selanjutnya pada tahun 2010, di Lampung, terpilih n Erwin Darma(Unhas) sebagai sekjen Periode 2010-2012. Tahun 2012 konferensi XVI di Makassar, terpilih sekjen dari IPB  atas nama saudara Ahmad Arief Hilman periode 2012-2014.

Konferensi XVI tahun 2014 di Bogor, terpilih Marcell Garenza dari Untan dan kordinator Dewan Perwakilan Sylva Indonesia(DPSI) atas nama Wendy Fitra dari Universitas Riau(Unri) periode 2014- 2016. Dalam kepengurusan ini terjadi polemik sengit dalam tubuh SI perihal program kerja yang tidak terselesaikan dalam satu periode. Rentetan ketidaksiapan Univeristas Lancang Kuning sebagai Unit Pelaksanaan Tugas(UPT) sesuai Rakernas di Untan untuk program Lokakarya SI, mengakibatkan SI mengalami kevakuman selama 1 tahun.

Ungaran menjadi tempat konferensi XVII digelar dan deklarasi mahasiswa kehutanan. Pemaparan Laporan pertanggung jawaban Pengurus tidak dihadiri oleh Sekjen dari Untan. Pelaksanaan kegiatan dilimpahkan kepada DPSI sebagai penanggungjawab. Terpilih sekjen dari Universitas Tadulako(Untad). Dalam Symposium mahasiswa kehutanan indonesia dan konferensi Sylva Indonesia 2017, Fitriyani Sinaga dari Unmul terpilih sebagai Ketua DPSI Pusat perempun pertama dan termuda periode 2017 -2019.

Pada periode ini, Pengurus Pusat Sylva Indonesia(PPSI) cenderung pasif dan tidak melakukan kerja disiplin organisasi. PPSI banyak menciderai dan melanggar amanat konstitusi SI. Beberapa tupoksi kerja-kerja PPSI banyak dibantu oleh DPSI. Kepemimpinan dibawah Sekjen dari Untad ini tidak ada melaksanakan program SI dan vakum. Pada saat bersamaan dengan  agenda Pelatihan Kepemimpinan Mahasiswa kehutanan(LKSI) di Universitas Papua(Unipa) bulan maret 2018, Sekjen dari Untad Palu  Mengundurkan diri dengan disampaikannya secara langsung oleh PPSI dan dibuktikan dengan surat resmi.

Tahun 2018, Tombak Kepemimpinan Kepengurusan PPSI dan DPSI secara otomatis sesuai amanat konstitusi diamanahkan kepada saudara Fitriyani Sinaga. Menjadi tahun penuh semangat untuk seluruh PCSI dalam melakukan kegiatan. Kegiatan PMKI di Unipa berjalan sukses sebagaimana mestinya  dibawah tanggungjawabnya. Dibawah kepemimpinan DPSI periode ini, jumlah lembaga mahasiswa dari perguruan tinggi semakin banyak bergabung dalam Sylva Indonesia. Tercacat sudah mencapai 48 Perguruan tinggi.

Dalam rangka menertibkan Internal kepengurusan PPSI dan perapian organisasi serta mengawal isu-isu kehutanan, Ketua DPSI menginisiasi Rapat Kordinasi Nasional Sylva Indonesia (Rakornas SI) yang dihadiri 28 Pengurus Cabang Sylva Indonesia(PCSI), Pengurus cabang persiapan (PCP) dan disetujui oleh 46 PCSI dibuktikan dengan surat pernyataan sikap, bertempat di Manokwari, Papua Barat. Rakornas SI dibagi menajdi 2 pleno yaitu terbuka untuk mengetahui kerja-kerja tiap regional dan pengurus cabang di daerah dan tertutup untuk membahas perihal permasalahan Untad dan UPT Konferensi selanjutnya dengan memutuskan untuk mensegerakan KNLBSI.

Bulan Mei-juni 2018, Konferensi XVIII digelar di Universitas Haluleo dengan terpilih sekjen dari UHO dan Ketua DPSI oleh Agus Firmasyah dari UMM Malang  periode 2018-2020.

Selama kurun waktu 60 tahun Sylva Indonesia dalam dinamikanya tidak terlepas dari kekurangan dan kelebihannya. Ada banyak prestasi yang telah tercacat dalam sejarahnya, salah satunya adalah adanya Arboretum Sylva Untan dan prestasi lainnya. Pergerakan SI berangkat dari pembacaan situasi kondisi hutan dan masyarakat Indonesia. Sylva Indonesia melakukan kerja nyata di masing-masing pengurus cabang dengan mengawal dan mengkritisi segala kebijakan kehutanan yang tidak pro ekologi dan kesejahteraan rakyat dan bangsa.

SI ditiap periodenya kerap melakukan temu regional yang dilanjutkan dengan menggelar rapat kerja nasional(Rakernas) untuk merumuskan program kerja yang akan dilaksanakan. Setiap program mempunyai keberlanjutan peruntukannya dengan UPT berbeda-beda tiap kegiatan, antara lain seperti Latihan Kepemimpinan Sylva Indonesia(LKSI), Pelatihan Mahasiswa Kehutanan Indonesia(PMKI),

Tidak sampai disitu itu SI juga mempunyai program Seminar Mahasiswa kehutanan Indonesia(SMKI), kemudian rentetan tersebut dilajutkan dengan program Lokakarya sylva Indonesia(LSI) setelah itu diakhiri dengan konferensi nasional. Ke-6 Kegiatan tersebut menjadi program rutin  tiap tahun yang selalu dilaksanakan secara nasional. Selain itu ditiap PCSI dan regional juga mempunyai program internal masing-masing dikampusnya.

Proses transisi kepengurusan tiap periode selalu memakan waktu yang tidak sebentar, hal ini berdampak pada kekosongan aktivitas dan terlambatnya untuk memulai program-program kerja. Situasi kondisi dan permasalahan tiap daerah yang berbeda dan jauhnya jarak secara geografis masing-masing PCSI serta sistem organisasi yang sentralistik membuat gerakan SI masih kurang maksimal. Berbagai  metode dan pertemuan digelar untuk berbagi informasi, menyatukan gagasan dan persfektif tiap PCSI dalam menjalankan kerja-kerja organisasi.

Penegasan kembali peran lembaga mahasiswa kehutanan Indonesia untuk berjuang kolektif
Kelembagaan dengan satu-satunya ikatan mahasiswa kehutanan se-indonesia adalah Sylva Indonesia. Sebagai wadah mahasiswa kehutanan Indonesia, memiliki kewajiban untuk turut serta mensukseskan pembangunan hutan dan kehutanan. Perlu menjaga amanat organisasi ini untuk mengamalkan dan menanamkan nilai-nilai Keutuhanya untuk mencapai cita-cita bangsa Indonesia. Meningkatkan persatuan dan kerjasama kehutanan Indonesia. Membangun dan menanamkan korsa rimbawan serta meningkatkan kualitas sumber daya mahasiswa kehutanan sebagai rimbawan yang akan berkecimpung dalam usaha pengelolaan sumberdaya hutan yang lestari.

Perjalanan Ikatan mahasiswa kehutanan selama 6 dekade terakhir, memberikan pelajaran yang tidak sedikit. proses perbaikan dan pembelajaran dapat dimaknai dan dilanjutkan oleh masing-masing mahasiswa baik secara individu kolektif maupun kelembagaan. Individu kolektif dalam hal ini mempunyai artian untuk secara sadar kepekaan diri ikut serta dalam melakukan aksi nyata secara sadar sebagai rimbawan secara bersama-sama dan tidak memisahkan diri dari organisasi kelembagaan sylva Indonesia itu sendiri.

Sumber daya mahasiswa kehutanan perlu dikembangkan untuk meningkatkan kualitas serta profesionalisme mahasiswa kehutanan. Penguasaan spesifikasi dan aplikasi bidang ilmu kehutanan dalam manajemen dilapangan secara professional dengan dilandasi sikap tanggung jawab. Menciptakan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kehutanan.

Berbekal status mahasiswa dan setiap provinsi atau daerah mempunyai Pengurus cabang yang bertugas untuk mengkordinasikan hasil riset tiap daerah, Sylva Indonesia harusnya mampu lebih up-date untuk memunculkan informasi kehutanan(shared learning) sehingga mempermudah ruang gerak SI berkontribusi dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam usaha-usaha pengelolaan sumber daya hutan untuk kesejahteraan masyarakat melalui riset-riset tersebut.

Banyak kompleksitas permasalahan kehutanan seperti kebijakan yang tidak relevan. Lembaga Mahasiswa kehutanan Indonesia ini harus mampu mendorong terciptanya kebijakan yang adaptif dengan pengelolaan hutan. Peran aktif dalam kajian, menanggapi dan mengadvokasi isu-isu kehutanan dan lingkungan baik tataran lokal, regional, nasional maupun internasional. Mempertegas peran mahasiswa kehutanan sebagai kontrol sosial, baik individu dan aktor kolektif serta agen pengubah dalam pengambilan kebijakan dan pelaksanaan pengelolaan sumberdaya hutan secara lestari melalui kegiatan kegiatan pengurus cabang Sylva Indonesia di Kampus masing-masing maupun pengurus pusat.

Upaya mendukung peran kelembagaan mahasiswa kehutanan, membangun sinergitas dan kerjasama lintas sektor kehutanan perlu dilakukan secara berkelanjutan. Lembaga mahasiswa kehutanan Indonesia dengan Stakeholder dan instansi bidang kehutanan  sebagai mitrakerja,bersama-sama membangunan sinergis dengan kesadaran kolektif.Rimbawan harus bekerja keras untuk memperjuangkan Hutan yang lestari untuk ekologi dan masyarakat yang sejahtera. Untuk itu, Rimbawan.. yuk berjuang kolektif!

Baca juga tulisan saya Selengkapnya di https://foresteract.com/6-dasawarsa-sylva-indonesia-rimbawan-yuk-berjuang-kolektif/

Komentar

TERPOPULER

Isolasi Lignin Pulp Soda dan Sulfat (Kraft)

Teknis Mesin Pancang Dalam Pemanenan HUTAN

Masyarakat Adat vs RUU Pertanahan, Sebuah Refleksi Hari Tani, Utopis Kelestarian Hutan?

Kehutanan Berduka,Wafatnya Prof.Dr.Ir.H.R.Sambas Wirakusumah MSc.

Rimba 2019: Mahasiswa Berprestasi, Tanamkan Kode Etik Rimbawan

Karhutla di Kaltim: Surga Angrek Hitam Cagar Alam Kresik Luway Hangus

Symposium dan Konferensi Nasional Sylva Indonesia Jogjakarta

UPAYA REHABILITAS LAHAN KRITIS

Informasi data berita tentang fakta,edukasi dan analisis tentang kehutanan, pertanian, pendidikan budaya sosial dan lingkungan hidup. Ragam berita konservasi dan sains lingkungan. @ Seorang pembelajar yang menyenangi membaca dan menulis Jurnal ilmiah. Acap kali juga ngopi dengan penjaga toilet, satpam dan tukang parkir di pinggiran jalan . Kadang mendaki gunung dan memancing ikan dilaut. Masa kecilku Sering nongkrong di sawah bersama petani dan mengembala kerbau di Ladang. @nagadragn