Wajah Karang Mumus yang Berubah


Sungai Karang Mumus (SKM) adalah sungai utama di Kota Samarinda yang masih memberikan layanan ekosistem bagi warga yang memanfaatkannya sebagai sumber air bersih, tempat mencari ikan dan jalur transportasi air.

Nelayan Karangmumus



Namun selama puluhan tahun terakhir ini SKM terus mengalami tekanan hebat sehingga airnya bukan hanya keruh kecoklatan melainkan kerap berwarna hitam dan berbau. Akibatnya berbagai
jenis ikan perlahan menghilang dan ikan yang mulai dominan adalah ikan Cicak atau Ikan Sapu Sapu.



Anak Sungai Mahakam ini memiliki panjang 34,7 kilometer yang  bermula dari Tanah Datar, Kecamatan Muara Badak, Kutai Kartanegara. DAS SKM adalah sub-sub DAS Sungai Mahakam Ilir
yang secara topografis daerah alirannya berbukit-bukit dan sebagian datar, serta terdapat rawa-rawa pasang surut dan anak sungai diantaranya adalah Sungai Lubang Putang, Sungai Siring,Sungai Lantung, Sungai Muang, Sungai Selindung, Sungai Bayur, Sungai Lingai dan Sungai Bengkuring.



Di bagian tengah aliran SKM terdapat Bendungan Benanga yang bertujuan menampung sementara air hujan dari wilayah hulu. Air tampungan dalam bentuk waduk itu dimanfaatkan untuk irigasi.  Luas bendung yang membentuk waduk itu sekitar sekitar 180.000 m2, dengan kedalaman rata-rata 3 m sehingga mampu menampung air sekitar jadi 540,000 m3 atau 540.000.000 liter air.



Namun kini daya tampung Waduk Benanga ini sudah jauh menurun akibat pendangkalan yang luar biasa. Konon di bagian hulu DAS SKM telah dikepung oleh usaha pertambangan batubara yang luasnya mencapai 12.236,4 hektar atau sekitar 55,2% dari wilayah DAS Karang Mumus.



Di wilayah hulu DAS SKM beroperasi sekurangnya 12 areal pertambangan yang berkontribusi besar atas pencemaran dan pendangkalan baik di Bendungan Benanga maupun sepanjang aliran SKM.


Selain aktivitas pertambangan penyumbang sedimentasi adalah  konversi lahan untuk kaplingan, real estate dan pertanian lahan  kering yang membuka area di kanan kiri sungai. Tekanan ini semakin parah karena permukiman di pinggir sungai atau bahkan masuk hingga badan sungai masih terus berkembang hingga saat ini.



Permukiman pinggir sungai yang juga dihiasi oleh pusat ekonomi dan industri kecil tak pelak lagi merupakan penghasil utama sampah dan limbah domestik yang merupakan salah satu unsur utama perubah wajah SKM.



Kualitas air yang terus memburuk semakin diperburuk oleh saluran drainase perkotaan yang bermuara di SKM. Lewat saluran drainase
perkotaan ini sebagian limbah cair rumah tangga dibuang untuk  dialirkan masuk secara langsung ke SKM.



Hingga kemudian SKM lebih dikenal sebagai tempat sampah terpanjang di Kota Samarinda atau bahkan ada yang lebih sinis lagi dengan menyebutnya sebagai comberan.


Komentar

TERPOPULER

Isolasi Lignin Pulp Soda dan Sulfat (Kraft)

Teknis Mesin Pancang Dalam Pemanenan HUTAN

Sejarah Sylva Indonesia: Rimbawan, yuk berjuang kolektif!

Masyarakat Adat vs RUU Pertanahan, Sebuah Refleksi Hari Tani, Utopis Kelestarian Hutan?

Kehutanan Berduka,Wafatnya Prof.Dr.Ir.H.R.Sambas Wirakusumah MSc.

Rimba 2019: Mahasiswa Berprestasi, Tanamkan Kode Etik Rimbawan

Karhutla di Kaltim: Surga Angrek Hitam Cagar Alam Kresik Luway Hangus

Symposium dan Konferensi Nasional Sylva Indonesia Jogjakarta

UPAYA REHABILITAS LAHAN KRITIS

Informasi data berita tentang fakta,edukasi dan analisis tentang kehutanan, pertanian, pendidikan budaya sosial dan lingkungan hidup. Ragam berita konservasi dan sains lingkungan. @ Seorang pembelajar yang menyenangi membaca dan menulis Jurnal ilmiah. Acap kali juga ngopi dengan penjaga toilet, satpam dan tukang parkir di pinggiran jalan . Kadang mendaki gunung dan memancing ikan dilaut. Masa kecilku Sering nongkrong di sawah bersama petani dan mengembala kerbau di Ladang. @nagadragn