Lindungi Gambut Merawat Iklim



Mahasiswa Peneliti Gambut Muara Kaman 2019



Fitriyani Sinaga - Kerab kali kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dikaitkan dengan gambut. Riau, Kalimantan Barat, kalimantan Tengah dan kalimantan timur sangat sering menajdi langganan sijago merah ini setiap musim kemarau. Dalih Kemarau menjadi triger untuk timbulnya percikan dan ganasnya api melahap hutan. Karhutla ini menjadi musim tahunan yang mengkambing-hitamkan gambut. 


Padahal jika pengelolaannya mengikuti logika gambut dengan tetap mempertahankan air yang tertahan didalam tanpa ada kanal, gambut dapat mempertahankan kelembapannya agar tak terbakar. kondisi menjadi sangat berbanding terbalik dengan program badan restorasi gambut terkait sekat kanal semenisasi yang justru malah mengahalangi siklus air dalam tanah dan cenderung mengisap air dengan cepat. 


 baca juga tulisan naga terkait perjalannh di negeri gambut Kaltim
https://www.sketsaunmul.co/press-release/sylva-mulawarman-meneropong-dan-jajaki-hutan-tropis-di-muara-siran/baca


Dilain hal, gambut juga dapat mempengaruhi iklim secara global. Krisis iklim adalah kondisi ketidak seimbangan iklim akibat pola pemanfaatan sumberdaya, lingkungan, ruang dan lahan yang tidak ramah lingkungan atau tidak memperhatikan prinsip keberlanjutan.

Kebakaran di Muara Kaman, Maret 2019

Gejala paling jelas di negeri kita yang mempunyai dua musim adalah kekeringan di musim kemarau dan kebanjiran di musim hujan. Kini akibat perubahan iklim kita mengenal musim kering dan musim banjir.

Rawa gambut menjadi salah satu penanda penting dari fenomena perubahan iklim dan kerusakan lingkungan. Wajah gambut adalah cermin dari perilaku kita dalam memperlakukan lingkungan.gambut yang lestari dan seimbang airnya antara musim kemarau serta musim hujan menunjukkan warga yang berada dalam daerah yang dekat atau berada dalam kawasan gambut berperilaku dan berahklak mulia pada lingkungan.
 
Gambut Muara Siran Kalimantan Timur
Gambut yang lestari adalah  gambut yang ruang rawanya mempunyai kekayaan keanekaragaman hayati berupa flora maupun fauna yang saling menopang satu sama lain. Pengelolaan Gambut  yang campur tangan manusianya terlalu besar selalu tidak maksimal dalam keberhasilannya,bahkan cenderung merusak.  jadi meski air mengalir lancar dan pengeloaan rawa gambutnya terus menerus namun sepi kehidupan entah di dalam air maupun di tepi daratannya.

Menjaga Rawa gambut agar tetap menjadi terlindungi hidrologinya  tugas sadalah tugas semua warga. Rawa gambut dijaga dan dirawat dengan cara tidak dirampok ruang rawanya baik untuk permukiman maupun usaha yang tidak ramah pada air, sungai maupun flora faunanya.
Area lindung Gambut dalam rupa rawa-rawa yang juga berfungsi sebagai filter alamiah air sebelum masuk ke sungai juga perlu dijaga keberadaan. Mengalih fungsikan rawa menjadi daratan berarti membunuh sumber air,sungai , gambut itu sendiri dan membiarkan air sungai tidak terlindungi dari polutan atau cemaran dari air yang melimpas ke sungai.

Dengan memulihkan dan mejaga ruang sungai maka sesunguhnya kita turut merawat iklim karena kita menjaga jasa ekologi dari lingkungan sungai tetap bisa terjaga. Jasa atau layanan ekologis/ekosistem ruang

Wajah Rawa Gambut yang Berubah
Gambut merupakan salah satu tipe ekosistem lahan basah dengan sumberdaya hayati yang mempunyai potensi untuk dikembangkan guna mendukung sistem kehidupan. Luas lahan gambut di Indonesia berkisar 16-17 Juta Ha (Polak 1975-, Andriess 1988).

Kata gambut pada awalnya dari nama kecamatan gambut, dekat dengan Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan. Disana dikenal dengan kearifan lokal  pengelolaan gambut persawahan pasang surut.

Ekosistem hutan rawa gambut yang tersebar di pulau-pulau sekitar Dataran sunda yaitu di pantai timur Sumatera serta pantai barat selatan Kalimantan dan dataran sabul daerah pantai barat dan selatan Papua. Hutan Rawa gambut ini juga mempunyai ragam potensi dan fungsi beragam dn bernilai tinggi, diantaranya penyimpan karbon yang besar, penghasil berbabagi jenis kayu,obat, makanan dan hasil hutan bukan kayu lainnya, lokasi keanekaragaman hayati dan habitan Tumbuhan dan satwa

Namun selama puluhan tahun terakhir ini rawa gambut terus mengalami tekanan hebat sehingga airnya bukan hanya kering dan kondisi hidrologisnya melainkan kerap menurut kualitas gambutnya baik dari segi tanah dan airnya. Akibatnya berbagai jenis ikan perlahan menghilang , flora fauna yang dahulunya itu habitatnya juga mulai hilang. Pola bercocok tanam juga kurang membuahkan hasil yang memuaskan bagi masyarakat.

Kemampuan daya dukung gambut banyak ditentukan oleh tingkat stabilitas bahan organisknya, yang mempunyai hubungan erat dengan mudah tidaknya gambut menjadi rusak. Terdapat rawa-rawa pasang surut dan anak sungai diantaranya yang saling berhubungan.

Belajar dari kearifan lokal banjar, rawa gambut dikelola untuk pertanian di pesisir selatan dan barat Kalimantan, mulai dari pemilihan lahan, pembutan saluran,mengatur tata airdan pengelola tanah.

Banyaknya kekeliruan dalam implementasi pengembangan lahan  gambut, tidak sedikit lahan gambut kurang berkembang walauoun sudah dibuka lama. Menurut Sabiham, 2006, diperkirakan ada lebih dari 3-5  juta ha lahan gambut di Indonesia yang telah dibuka merupakan lahan tidak berkembang.

Kini gambut lebih sering di pandang masyarakat sebagai lahan untuk kebakaran dan ladinapi menciptakan asap. Hal demikian berangkat dari rusaknya gambut, kelirunya pengelolaan  gambut. Kerusakan gambut ada banyak sumbernya.

Selain aktivitas pertambangan penyumbang sedimentasi adalah konversi lahan untuk kaplingan, real estate dan pertanian lahan kering yang membuka area di kanan kiri gambut. Tekanan ini semakin parah karena permukiman di pinggir sungai atau bahkan masuk hingga badan sungai masih terus berke menambang hingga saat ini.

Permukiman pinggir rawa gambut dan sungai yang juga dihiasi oleh pusat ekonomi dan industri kecil tak pelak lagi merupakan penghasil utama sampah dan limbah domestik  serta merusakan ekologis rawa gambut yang merupakan salah satu unsur utama perubah wajah rawa gambut.

Kualitas air yang terus memburuk semakin diperburuk oleh kurang sinergisnya pemerintahan dengan masyarakat terkait pengelolaan rawa gambut dalam merestorasi.

Hingga kemudian Rawa Gambut lebih dikenal sebagai tempat kebakarn terpanjang setiap musim di Indonesia atau bahkan ada yang lebih sinis lagi dengan menyebutnya sebagai Musuh manusia pembawa Polusi.



Bersambung
Tulisan ini untuk penghantar tulisan seputar gambut, Karhutla di Post berikutnya
besok, ditunggu ya


Ditulis Oleh Fitriyani Sinaga

Komentar

TERPOPULER

Isolasi Lignin Pulp Soda dan Sulfat (Kraft)

Teknis Mesin Pancang Dalam Pemanenan HUTAN

Sejarah Sylva Indonesia: Rimbawan, yuk berjuang kolektif!

Masyarakat Adat vs RUU Pertanahan, Sebuah Refleksi Hari Tani, Utopis Kelestarian Hutan?

Kehutanan Berduka,Wafatnya Prof.Dr.Ir.H.R.Sambas Wirakusumah MSc.

Rimba 2019: Mahasiswa Berprestasi, Tanamkan Kode Etik Rimbawan

Karhutla di Kaltim: Surga Angrek Hitam Cagar Alam Kresik Luway Hangus

Symposium dan Konferensi Nasional Sylva Indonesia Jogjakarta

UPAYA REHABILITAS LAHAN KRITIS

Informasi data berita tentang fakta,edukasi dan analisis tentang kehutanan, pertanian, pendidikan budaya sosial dan lingkungan hidup. Ragam berita konservasi dan sains lingkungan. @ Seorang pembelajar yang menyenangi membaca dan menulis Jurnal ilmiah. Acap kali juga ngopi dengan penjaga toilet, satpam dan tukang parkir di pinggiran jalan . Kadang mendaki gunung dan memancing ikan dilaut. Masa kecilku Sering nongkrong di sawah bersama petani dan mengembala kerbau di Ladang. @nagadragn