Fitriyani Sinaga - Kerab kali kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dikaitkan dengan gambut. Riau, Kalimantan Barat, kalimantan Tengah dan kalimantan timur sangat sering menajdi langganan sijago merah ini setiap musim kemarau. Dalih Kemarau menjadi triger untuk timbulnya percikan dan ganasnya api melahap hutan. Karhutla ini menjadi musim tahunan yang mengkambing-hitamkan gambut.
Padahal jika pengelolaannya mengikuti logika gambut dengan tetap mempertahankan air yang tertahan didalam tanpa ada kanal, gambut dapat mempertahankan kelembapannya agar tak terbakar. kondisi menjadi sangat berbanding terbalik dengan program badan restorasi gambut terkait sekat kanal semenisasi yang justru malah mengahalangi siklus air dalam tanah dan cenderung mengisap air dengan cepat.
baca juga tulisan naga terkait perjalannh di negeri gambut Kaltim
https://www.sketsaunmul.co/press-release/sylva-mulawarman-meneropong-dan-jajaki-hutan-tropis-di-muara-siran/baca
Dilain hal, gambut juga dapat mempengaruhi iklim secara global. Krisis iklim adalah kondisi ketidak seimbangan iklim akibat pola pemanfaatan
sumberdaya, lingkungan, ruang dan lahan yang tidak ramah lingkungan atau tidak
memperhatikan prinsip keberlanjutan.
|
Kebakaran di Muara Kaman, Maret 2019 |
Gejala paling jelas
di negeri kita yang mempunyai dua musim adalah kekeringan di musim kemarau dan
kebanjiran di musim hujan. Kini akibat perubahan iklim kita mengenal musim
kering dan musim banjir.
Rawa gambut menjadi
salah satu penanda penting dari fenomena perubahan iklim dan kerusakan
lingkungan. Wajah gambut adalah cermin dari perilaku kita dalam memperlakukan
lingkungan.gambut yang lestari dan seimbang airnya antara musim kemarau serta
musim hujan menunjukkan warga yang berada dalam daerah yang dekat atau berada
dalam kawasan gambut berperilaku dan berahklak mulia pada lingkungan.
|
Gambut Muara Siran Kalimantan Timur |
Gambut yang lestari
adalah gambut yang ruang rawanya
mempunyai kekayaan keanekaragaman hayati berupa flora maupun fauna yang saling
menopang satu sama lain. Pengelolaan Gambut yang campur tangan manusianya terlalu besar
selalu tidak maksimal dalam keberhasilannya,bahkan cenderung merusak. jadi meski air mengalir lancar dan pengeloaan
rawa gambutnya terus menerus namun sepi kehidupan entah di dalam air maupun di
tepi daratannya.
Menjaga Rawa gambut
agar tetap menjadi terlindungi hidrologinya tugas sadalah tugas semua warga. Rawa gambut
dijaga dan dirawat dengan cara tidak dirampok ruang rawanya baik untuk
permukiman maupun usaha yang tidak ramah pada air, sungai maupun flora faunanya.
Area lindung Gambut
dalam rupa rawa-rawa yang juga berfungsi sebagai filter alamiah air sebelum
masuk ke sungai juga perlu dijaga keberadaan. Mengalih fungsikan rawa menjadi
daratan berarti membunuh sumber air,sungai , gambut itu sendiri dan membiarkan
air sungai tidak terlindungi dari polutan atau cemaran dari air yang melimpas
ke sungai.
Dengan memulihkan
dan mejaga ruang sungai maka sesunguhnya kita turut merawat iklim karena kita
menjaga jasa ekologi dari lingkungan sungai tetap bisa terjaga. Jasa atau
layanan ekologis/ekosistem ruang
Wajah
Rawa Gambut yang Berubah
Gambut merupakan
salah satu tipe ekosistem lahan basah dengan sumberdaya hayati yang mempunyai
potensi untuk dikembangkan guna mendukung sistem kehidupan. Luas lahan gambut
di Indonesia berkisar 16-17 Juta Ha (Polak 1975-, Andriess 1988).
Kata gambut pada
awalnya dari nama kecamatan gambut, dekat dengan Kota Banjarmasin Kalimantan
Selatan. Disana dikenal dengan kearifan lokal
pengelolaan gambut persawahan pasang surut.
Ekosistem hutan
rawa gambut yang tersebar di pulau-pulau sekitar Dataran sunda yaitu di pantai
timur Sumatera serta pantai barat selatan Kalimantan dan dataran sabul daerah
pantai barat dan selatan Papua. Hutan Rawa gambut ini juga mempunyai ragam
potensi dan fungsi beragam dn bernilai tinggi, diantaranya penyimpan karbon
yang besar, penghasil berbabagi jenis kayu,obat, makanan dan hasil hutan bukan
kayu lainnya, lokasi keanekaragaman hayati dan habitan Tumbuhan dan satwa
Namun selama
puluhan tahun terakhir ini rawa gambut terus mengalami tekanan hebat sehingga
airnya bukan hanya kering dan kondisi hidrologisnya melainkan kerap menurut
kualitas gambutnya baik dari segi tanah dan airnya. Akibatnya berbagai jenis
ikan perlahan menghilang , flora fauna yang dahulunya itu habitatnya juga mulai
hilang. Pola bercocok tanam juga kurang membuahkan hasil yang memuaskan bagi
masyarakat.
Kemampuan daya
dukung gambut banyak ditentukan oleh tingkat stabilitas bahan organisknya, yang
mempunyai hubungan erat dengan mudah tidaknya gambut menjadi rusak. Terdapat
rawa-rawa pasang surut dan anak sungai diantaranya yang saling berhubungan.
Belajar dari
kearifan lokal banjar, rawa gambut dikelola untuk pertanian di pesisir selatan
dan barat Kalimantan, mulai dari pemilihan lahan, pembutan saluran,mengatur
tata airdan pengelola tanah.
Banyaknya
kekeliruan dalam implementasi pengembangan lahan gambut, tidak sedikit lahan gambut kurang
berkembang walauoun sudah dibuka lama. Menurut Sabiham, 2006, diperkirakan ada
lebih dari 3-5 juta ha lahan gambut di
Indonesia yang telah dibuka merupakan lahan tidak berkembang.
Kini gambut lebih
sering di pandang masyarakat sebagai lahan untuk kebakaran dan ladinapi
menciptakan asap. Hal demikian berangkat dari rusaknya gambut, kelirunya
pengelolaan gambut. Kerusakan gambut ada
banyak sumbernya.
Selain aktivitas
pertambangan penyumbang sedimentasi adalah konversi lahan untuk kaplingan, real
estate dan pertanian lahan kering yang membuka area di kanan kiri gambut. Tekanan
ini semakin parah karena permukiman di pinggir sungai atau bahkan masuk hingga
badan sungai masih terus berke menambang hingga saat ini.
Permukiman pinggir rawa
gambut dan sungai yang juga dihiasi oleh pusat ekonomi dan industri kecil tak
pelak lagi merupakan penghasil utama sampah dan limbah domestik serta merusakan ekologis rawa gambut yang
merupakan salah satu unsur utama perubah wajah rawa gambut.
Kualitas air yang
terus memburuk semakin diperburuk oleh kurang sinergisnya pemerintahan dengan
masyarakat terkait pengelolaan rawa gambut dalam merestorasi.
Hingga kemudian Rawa
Gambut lebih dikenal sebagai tempat kebakarn terpanjang setiap musim di Indonesia
atau bahkan ada yang lebih sinis lagi dengan menyebutnya sebagai Musuh manusia
pembawa Polusi.
Bersambung
Tulisan ini untuk
penghantar tulisan seputar gambut, Karhutla di Post berikutnya
besok, ditunggu ya
Ditulis Oleh Fitriyani Sinaga
Komentar
Posting Komentar