Jalan Masih Panjang : Karang Mumus

Apa yang dilakukan oleh kita dalam merestorasi sungai hingga saat ini barulah langkah kecil. Meski mendapat apresiasi dari berbagai pihak namun dampaknya untuk Sungai Karang Mumus secara langsung belumlah significant. Oleh Fitriyani Sinaga
Kondisi terkini Sungai Karang Mumus 2019. Musim Kemarau


Dari sisi jangkauan kegiatan, saat ini GMSS SKM yang aktif di sungai karang Mumus, baru bisa beraktivitas dari Muara Sungai Karang Mumus di Sungai Mahakam hingga Bendung Benanga. Masih ada separuh lebih aliran Sungai Karang Mumus yang belum dikenali oleh GMSS SKM. Dari sisi DAS, wilayah yang dijangkau oleh GMSS SKM adalah wilayah Kota Samarinda, sementara itu DAS Karang Mumus masuk dalam dua wilayah pemerintahan yaitu Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda.


Dengan demikian jalan untuk memulihkan, menjaga dan merawat Sungai Karang Mumus sehingga bisa menghasilkan air yang berkualitas dalam jumlah yang cukup dan berkesinambungan (Kualitas-Kuantitas-Kontinuitas) masihlah panjang. Tantangannya bukan hanya pada perluasan gerakan, mendorong munculnya banyak komunitas lain di sepanjang aliran Sungai Karang Mumus, melainkan juga tantangan terkait dengan kebijakan dan hipotesa pembangunan yang kurang mempertimbangkan logika air.


Karang Mumus Kristis September 2019

Sebagai kota yang mempunyai banyak anak sungai dan dilalui oleh sungai besar yaitu Sungai Mahakam seharusnya RTRW Kota Samarinda memberi ruang pada dinamika air bukan merubah-rubah alur dan alir air. Secara alamiah Samarinda harus mempertahankan ruang pasang surut, kolam retensi alami yaitu rawa-rawa dan area tangkapan serta resapan air dalam bentuk hutan kota.


Kondisi terbaik Kota Samarinda adalah basah, karena Samarinda adalah Kota Air, bukan Kota Banjir. Kota Samarinda, warga dan pemerintahannya harus kembali pada pengetahuan, kearifan dan symbol atau penanda lokal yang telah membentuk peradaban Kalimantan Timur di masa lalunya. Peradaban itu adalah peradaban air (sungai) sebagaimana diabadikan dalam nama Mahakama (yang kemudian lebih dikenal sebagai Mahakam).


Mahakama berasal dari kata Maha dan Kama, yang bermakna air kehidupan yang agung (Danum/Ranam Kaharingan). Jika sungai sebagai air kehidupan kemudian didegradasi lewat pendekatan river development agar sungai bisa mengalirkan air hujan (run off) secepat mungkin ke laut, maka sesungguhnya Samarinda tengah mengundang bencana bagi dirinya sendiri.


Merubah mantra Normalisasi ke Restorasi adalah tantangan utama yang harus dihadapi oleh GMSS SKM hingga hari ini.

Komentar

TERPOPULER

Isolasi Lignin Pulp Soda dan Sulfat (Kraft)

Teknis Mesin Pancang Dalam Pemanenan HUTAN

Sejarah Sylva Indonesia: Rimbawan, yuk berjuang kolektif!

Masyarakat Adat vs RUU Pertanahan, Sebuah Refleksi Hari Tani, Utopis Kelestarian Hutan?

Kehutanan Berduka,Wafatnya Prof.Dr.Ir.H.R.Sambas Wirakusumah MSc.

Rimba 2019: Mahasiswa Berprestasi, Tanamkan Kode Etik Rimbawan

Karhutla di Kaltim: Surga Angrek Hitam Cagar Alam Kresik Luway Hangus

Symposium dan Konferensi Nasional Sylva Indonesia Jogjakarta

UPAYA REHABILITAS LAHAN KRITIS

Informasi data berita tentang fakta,edukasi dan analisis tentang kehutanan, pertanian, pendidikan budaya sosial dan lingkungan hidup. Ragam berita konservasi dan sains lingkungan. @ Seorang pembelajar yang menyenangi membaca dan menulis Jurnal ilmiah. Acap kali juga ngopi dengan penjaga toilet, satpam dan tukang parkir di pinggiran jalan . Kadang mendaki gunung dan memancing ikan dilaut. Masa kecilku Sering nongkrong di sawah bersama petani dan mengembala kerbau di Ladang. @nagadragn