BENARKAH Elaeis guineensis SEBAGAI PEMBANGUN SEKALIGUS PERUSAK KONSERVASI TANAH DAN AIR
DALAM SUATU KAWASAN ?
Oleh
Fitriyani Sinaga
Erosi tanah adalah peristiwa
terangkutnya tanah dari satu tempat ke tempat lain oleh air atau angin
(Arsyad, 1976). Pada dasarnya ada tiga proses penyebab erosi yaitu
pelepasan (detachment) partikel tanah, pengangkutan (transportation),
dan pengendapan (sedimentation). Erosi menyebabkan hilangnya tanah lapisan
atas (top soil) dan unsur hara yang sangat penting bagi pertumbuhan
tanaman. Erosi yang disebabkan oleh air hujan merupakan penyebab
utama degradasi lahan di daerah tropis termasuk Indonesia.
Tanah-tanah di daerah berlereng mempunyai risiko tererosi yang lebih besar
daripada tanah di daerah datar. Selain tidak stabil akibat pengaruh
kemiringan, air hujan yang jatuh akan terus menerus memukul
permukaan tanah sehingga memperbesar risiko erosi. Berbeda
dengan daerah datar, selain massa tanah dalam posisi stabil, air hujan
yang jatuh tidak selamanya memukul permukaan tanah karena dengan
cepat akan terlindungi oleh genangan air.
Konservasi
itu sendiri merupakan kata berasal dari kata Conservation yang
terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki
pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you
have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore
Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang
konsep konservasi.Sedangkan menurut Rijksen (1981),
konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada saat dulu, upaya
konservasi lebih buruk daripada saat sekarang. Konservasi juga dapat dipandang
dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti
mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi
ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa
yang akan datang.
Konservasi
tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara
penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya
sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah.
Dalam arti yang sempit konservasi tanah diartikan sebagai upaya mencegah
kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi (Arsyad,
2002).
Tanah yang hilang akibat proses
erosi tersebut terangkut oleh air sehingga menyebabkan pendangkalan
saluran drainase termasuk parit, sungai, dan danau. Erosi yang telah berlanjut
menyebabkan rusaknya ekosistem sehingga penanganan-nya akan memakan
waktu lama dan biaya yang mahal. Menurut Kurnia et al.
(2002), kerugian yang harus ditanggung akibat degradasi lahan tanpa tindakan rehabilitasi
lahan mencapai Rp 291.715,- /ha, sedangkan apabila lahan
dikonservasi secara vegetatif, maka kerugian akan jauh lebih rendah.
Pencegahan dengan teknik konservasi yang tepat sangat diperlukan
dengan mempertimbangkan faktor-faktor penyebab erosi. Kondisi
sosial ekonomi dan sumber daya masyarakat juga menjadi pertimbangan
sehingga tindakan konservasi yang dipilih diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas lahan, menambah pendapatan petani
serta memperkecil risiko degradasi lahan.
Sitanala Arsyad (1989), mengemukakan
bahwa konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara
penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya
sesuai syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan
tanah. Sifat-sifat fisik dan kimia tanah dan keadaan topografi lapangan
menentukan kemampuan tanah untuk suatu penggunaan dan perlakuan yang
diperlukan. Sistem penilaian tanah untuk maksud tersebut dirumuskan
dalam system klasifikasi kemampuan lahan yang ditujukan untuk mencegah
kerusakan tanah oleh erosi, memperbaiki tanah yang rusak dan memelihara
serta meningkatkan produktifitas tanah agar dapat dipergunakan secara lestari.
Bentuk-bentuk konservasi tanah dapat
di bedakan menjadi 3, yaitu : cara mekanis, vegetatif dan cara
gabungan dari kedua cara tersebut, cara mekanis dapat dilihat dengan adanya
pembuatan terras-terras seperti terras kredit, terras guludan dan terras
bangku sedangkan cara vegetatif yakni berupa penanaman sejajar kontur dan
reboisasi serta penghijauan tanah milik penduduk (Kartasaputra, Mul Mulyadi
Sutedjo, 2000).
Terdapat dua strategi konservasi tanah. Pertama, metode
prediksi erosi yaitu cara untuk memperkirakan laju erosi yang akan
terjadi dari tanah yang dipergunakan untuk penggunaan dan pengelolaan
lahan tertentu. Prediksi erosi merupakan salah satu hal penting untuk
mengambil keputusan dalam perencanaan konservasi tanah pada suatu bidang
lahan. Model prediksi erosi yang umum digunakan di Indonesia adalah model
USLE (Universal Soil Loss Equation). Metode USLE adalah model prediksi
erosi yang dirancang untuk memprediksi erosi jangka panjang dari erosi
lembar dan alur pada keadaan tertentu dengan menggunakan rumus:
Di Indonesia,
berdasarkan peraturan perundang-undangan, Konservasi [sumber daya alam hayati]
adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara
bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara
dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Cagar alam dan suaka
margasatwa merupakan Kawasan Suaka Alam (KSA), sementara taman nasional, taman
hutan raya, dan taman wisata alam merupakan Kawasan Pelestarian Alam (KPA).
Cagar alam
karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, atau ekosistem
tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.
Suaka margasatwa mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan
jenis satwanya.
Taman nasional mempunyai ekosistem asli
yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman hutan raya untuk tujuan
koleksi tumbuhan dan satwa yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.
Taman wisata alam dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.
Manfaat
konservasi akan tampak melebihi biayanya jika tindakan konservasi tersebut
dilihat dalam perspektif jangka panjang. Jika hanya dilihat dalam satu periode
produksi, maka konservasi akan menurunkan keuntungan karena manfaat yang
ditimbulkan oleh konservasi sifatnya jangka panjang. Oleh sebab itu, adopsi
konservasi lebih tepat disebut sebagai investasi perusahaan. Keengganan suatu
usaha menerapkan konservasi karena perhitungan yang dilakukan adalah dalam
jangka pendek, sehingga konservasi dipandang lebih sebagai beban daripada
peluang untuk meningkatkan keuntungan
KONSERVASI LAHAN di LAHAN KELAPA SAWIT
Konservasi Tanah dan Air
Konservasi Tanah adalah penempatan
setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah
tersebut dan memperlakukkannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar
tidak terjadi kerusakan tanah. Sedangkan konservasi Air adalah upaya
penyimpanan air secara maksimal pada musim penghujan dan pemanfaatannya secara
efisien pada musim kemarau. Konservasi tanah dan konservasi air selalu berjalan
beriringan dimana saat melakukan tindakan konservasi tanah juga di lakukan
tindakan konservasi air.
Konservasi tanah diartikan sebagai
penempatan setiiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan
kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan dengan syarat –
syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sifat fisik dan
kimia tanah dan keadaan topografi lapangan menentukan keadaan tanah untuk suatu
penggunaan dan perlakuan yang diperlakukan. Usaha – usaha konservasi tanah
ditujukan untuk :
1. Mencegah kerusakan tanah oleh erosi.
2. Memperbaiki tanah yang rusak.
3. Memelihara serta meningkatkan
produkifitas tanah agar dapat dipergunakan secara lestari.
Konservasi air
pada prinsipnya adalah penggunaan air yang jatuh ke tanah untuk pertanian
se-
efisien mungkin, dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir
yang merusak dan terdapat cukup air pada musi kemarau. Setiap perlakuan yang
diberikan kepada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat itu dan
tempat – tempat di hilirnya. Oleh karena itu konservasi tanah dan konservasi
air merupakan dua hal yang berhubungan erat sekali, berbagai tindakan
konservasi tanah merupakan juga tindakan konservasi air. Berdasarkan hubungan
ini maka tanggung jawab sektor pertanian dalam masalah air ada dua hal yaitu :
1. Memelihara jumlah, waktu aliran dan
kualitas air sejauh mungkin melalui cara pengelolaan dan penggunaan tanah yang
baik.
2. Memaksimumkan manfaat air melalui
penerapan cara – cara yang efisien.
Banyak cara
konservasi tanah dan air yang tergolong ke dalam pengendalian erosi secara
sipil teknis, tetapi yang sering dilakukan oleh petani hanya beberapa saja,
yaitu teras gulud dan teras bangku. Sedangkan Beberapa teknik konservasi tanah
dan air yang mampu mengendalikan erosi dapat ditempuh melalui cara vegetatif
seperti pertanaman lorong (alley cropping), silvipastura, dan pemberian
mulsa.
Dengan
dilakukan konservasi tanah dan air di lahan kering diharapkan mampu mengurangi
laju erosi dan menyediakan air sepanjang tahun yang akhirnya mampu meningkatkan
produktivitasnya. Tanah-tanah di daerah lahan kering sangat rentan terhadap
erosi. Daerah lahan kering biasanya mempunyai curah hujan yg rendah dan
intensitas yg rendah pula, dengan kondisi seperti itu menyebabkan susahnya
tanaman tumbuh dan berkembang, padahal tanaman merupakan media penghambat agar
butiran hujan tidak berbentur langsung dengan tanah. Benturan seperti inilah yg
menyebabkan tanah mudah terurai sehingga gampang di bawa oleh aliran air
permukaan dan akhirnya terjadi erosi. Pemanfaatan vegetasi pada sistem
konservasi tanah dan air selain sebagai penghambat benturan juga berguna
sebagai penghambat aliran permukaan, memperbaiki tekstur tanah dan meningkatkan
kadar air tanah.
Penggabungan metode vegetatif dan fisik
dalam satu teknologi diharapkan mampu mengefisienkan waktu dan biaya yg
dibutuhkan. Misalkan penanaman tanaman pada sebuah guludan atau penanaman
tanaman di sekitar rorak. Dan langkah terakhir yg di harapkan adalah penanaman
tanaman yg bernilai ekonomis tinggi.
Tata Ruang Dalam Konservasi Tanah dan Air
Berdasarkan data curah hujan, wilayah
setiap pulau besar di Indonesia ini dapat dibagi menjadi empat zona yang masing
– masing mempunyai pola dan jumlah curah hujan yanng berbeda. Zona I mempunyai
curah hujan yanng terbesar 3000 – 3500 mm/tahun dan terdapat pada daerah hulu
sungai yang merupakan vegetasi hutan tropis basah dengan pegunungan yang
mempunyai kemiringan lerengnnya antara 15 – 50 % bahkan lebih. Zona II
memmpunyai jumlah curah hujan 2000 – 2500 mm/tahun dan terletak pada daerah
pertengahan antara dataran dengan pegunungan dengan kemiringan lereng antara 10
-30 % didominasi dengan vegetasi hutan dan sebagian telah telah ada yang
beralih fungsi menjadi perkebunan. Zona III mempunyai jumlah curah hujan 1500 –
2000 mm/ Tahun dan terletak pada daerah antara dataran rendah dan areal
bergelombang dengan kemiringan lereng antara 0 – 10 % didominasi dengan
vegetasi perkebunan, perladangan dan persawahan. Zona IV mempunyai jumlah curah
hujan 1000 – 1500 % dan terletak pada daerah rendahan sampai pesisir pantai
dengan kemiringan 0 – 10 % didominasi dengan vegetasi perkebunan, perladangan,
persawahan dan mangrove.
Potensi Kerusakan Tanah
Berbagai tipe
tanah mempunyai kepekaan terhadap eroasi yang berbeda – beda. Kepekaan erosi
tanah yaitu mudah atau tidaknya tanah tererosi adalah fungsi berbagai interaksi
sifat – sifat fisik dan kimia tanah. Sifat – sifat erosi yang mempengaruhi
kepekaan erosi adalah :
1. Sifat – sifat tanah yang
mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas menahan air.
2. Sifat – sifat tanah yang
memmpengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan pengikisan oleh
butir butir hujan yang jatuh dan aliran permukaan. Adapun sifat – sifat tanah
yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur tanah, bahan organik,
kedalaman tanah, sifat lapisan tanah dan tingkat kesuburan tanah.
Erosi tanah
mempengaruhi produktivitas tanah dan dapat menguah kondisi fisik dan kimiawi
tanah. Erosi tanah merupakan penyebab dari degradasi tanah. Disamping dapat
menyebabkan degradasi tanah, erosi dapat merusak tanaman yang pada akhirnya
mengurangi produktivitas. Dampak erosi tanah terhadapa produktivitas terlihat
cukup besar antar tempat dan waktu. Erosi tanah menyebabkan hilangnya
pendapatan petani dan akan menyebabkan bertambabh tingginya resiko yang akan
dialami petani khususnya petani marjinal.
Upaya yang
dapat dilakukan untuk mengurangi erosi adalah memanipulasi faktor yang
mempengaruhi erosi yaitu erodibilitas, kemiringan dan panjang lereng, dan
vegetasi. Faktor erosivitas (jumlah dan curah hujan) tidak dapat diubah.
Pembuatan teras merupakan upaya menurunkan tingkat kemiringan lereng sehingga
aliran permukaan dapat dikurangi dan erosi dapat ditekan. Pemberian pupuk
kandang dapat memperbaiki kemantapan struktur tanah sehingga tanah lebih tahan
terhadap kerusakan akibat pukulan air hujan. Dengan demikian pupuk kandang
merupakan faktor yang mampu menurunkan erodibilitas tanah. Beberapa jenis
tanaman juga dapat bertindak sebagai penghalang jatuhnya air hujan ke tanah dan
jenis tanaman lainnya mampu memperbaiki kemantapan strutur tanah.
Tingkat Kesuburan Tanah
Perbaikan kesuburan tanah akan
memperbaiki pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman yang lebih baik akan
memperbaiki penutupan tanah yang lebih baik, dan lebih banyak sisa tanaman yang
kembali ke tanah setelah panen. Secara umum, jumlah bahan organik berupa sistem
perakaran sebanding dengan pertumbuhan bagian di atas tanah. Artinya semakin
baik pertumbuhan perakaran tanaman maka semakin baik pula pertumbuhan tajuk
tanaman dan produksi sisa – sisa tanaman ke permukaan tanah. Kemampuan kelapa
sawit berkembang pada tanah sangat tergantung pada umur tanaman, karena semakin
bertambah umur perkembangan akar pun semakin luas. Di samping itu tergantung
juga dangan subur tidaknya tanaman kelapa sawit, tanaman yang tumbuh subur maka
kemampuan akarnya tumbuh dan berkembang makin baik.
Tindakan konservasi tanah sangat
berpengaruh terhadap kandungan bahan organik serta unsur hara tanah. Pengaruh bahan
organik terhadap sifat-sifat tanah dan tumbuhan adalah sebagai granulator
(memperbaiki struktur tanah), sumber unsur hara C, N, P, S, dan juga unsur
mikro, menambah kemampuan tanah untuk menahan air, menambah kemampuan kapasitas
tukar kation (KTK), dan sumber energi bagi mikroorganisme tanah. Tanah yang baik
adalah tanah yang mengandung bahan organik di atas 2 %. Walau jumlahnya tidak
besar tapi memegang peranan dalam menentukan kepekaan tanah terhadap erosi.
Tanah yang banyak mengandung bahan organik (humus) adalah tanah-tanah lapisan
atas (topsoil). Oleh karena itu, lapisan tanah bagian
atas perlu dipertahankan. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah bagian
atas.
Hilangnya bahan organik (C), unsur hara
(N dan P) tanah dapat diketahui dari besarnya erosi yang terjadi karena unsur
C, hara N dan P terkandung dalam tanah. Hilangnya unsur C, hara N dan P ini
akan semakin tinggi apabila tanah yang tererosi juga semakin tinggi. Semakin
tinggi unsur C, hara N dan P yang hilang semakin banyak pula pupuk yang
diperlukan untuk mengganti kehilangan tersebut.
Pertimbangan penggolongan kelas
kemampuan lahan untuk perkebunan kelapa sawit berdasarkan kondisi fisik lahan :
1. Lahan Kelas I
Beriklim baik, tingkat kesuburan tanah
baik (andosol, latosol) dan memiliki topografi yang baik pula (datar dan
berombak).
2. Lahan Kelas II
a) Beriklim sedang, tingkat kesuburan
tanah sedang (hidromorfik, podsolik, alluvial, regosol) dan topografi sedang.
b) Beriklim baik dan jarang dijumpai
defisit air, tetapi tingkat kesuburan tanah dan topografi kurang baik
(berukit).
c) Beriklim kurang baik dan selalu
dijumpai defisit air dalam batas yang diperkenankan (150 – 250 mm), tetapi
tingkat kesuburan tanah dan topografi baik (datar dan berombak).
3. Lahan Kelas III
a) Beriklim kurang baik, tingkat
kesuburan tanah dan topografi juga kurang baik (berbukit).
b) Beriklim sedang, tetapi tingkat
kesuburan tanah dan topografi tidak baik (curam).
c) Beriklim tidak aik, tetapi tingkat
kesuburan tanah dan topografi sedang (bergelombang)
4. Lahan Kelas IV
Beriklim tidak baik dan tingkat
kesuburan tanah serta topografi juga tidak baik (curam).
Bukti Data
Dokumen Lahan Sawit dapat Membangun Konservasi Tanah dan Air
Tanaman kelapa sawit hemat air, dan memiliki sistem
konservasi tanah dan air berkelanjutan baik melalui struktur kanopi maupun
struktur perakaran. Oleh karena itu, membangun kebun sawit juga membangun
sistem konservasi tanah dan air suatu wilayah.
Data-data menunjukkan bahwa banjir dan kekeringan terjadi
hampir di semua negara dan tidak behubungan dengan kebun sawit. Sebaliknya
perkebunan sawit justru memiliki sistem konservasi tanah dan air yang
berkelanjutan.
Dalam konservasi tanah dan air, kebun sawit memiliki tiga
mekanisme yang secara sinergis dalam melindungi tanah dan air. Ketiga mekanisme
yang dimaksud adalah yakni mekanisme struktur dan naungan kanopi (canopy land
cover), mekanisme tata kelola lahan kebun sawit dan mekanisme sistem perakaran
kelapa sawit.
1.
Mekanisme struktur pelepah daun
pohon kelapa sawit yang berlapis-lapis mampu menaungi lahan (land cover)
mendekati 100 persen sejak kelapa sawit berumur muda. Struktur pelepah daun
yang demikian selain berfungsi sebagai “dapurnya” (fotosintesis) kelapa sawit,
juga berfungsi melindungi tanah dari pukulan langsung air hujan. Jika hujan
datang, pukulan air hujan tidak langsung mengenai tanah namun terlindungi oleh
struktur pelepah daun berlapis-lapis tersebut.
2.
Mekanisme konservasi tanah dan air
berikutnya adalah melalui tatakelola lahan dalam budidaya kelapa sawit. Standar
kultur teknis kebun sawit mulai dari penanaman dan pemeliharaan tanaman
menggunakan asas-asas konservasi tanah dan air. Mulai dari zero/minimum
tillage, penanaman tanaman pelindung (cover crop) pada masa pemeliharaan
tanaman belum menghasilkan (umur 0-4 tahun), pembuatan sistem teras pada lahan
miring, pembuatan piringan/tapal kuda, penempatan pelepah tua (pruning) sebagai
guludan bahan organik pada gawangan, pengembalian tandan kosong dan limbah cair
ke lahan dan lainnya merupakan bagian dari mekanisme konservasi tanah dan air
kebun sawit.
3.
sistem perakaran serabut pohon
kelapa sawit yang massif, luas dan dalam. Perakaran kelapa sawit dewasa dapat
mencapai radius 4 meter sekeliling pangkal dan dengan kedalaman sampai 5 meter
dibawah permukaan tanah yang membentuk pori-pori mikro dan makro tanah
(Harahap, 1999). Pori-pori mikro dan makro tanah tersebut makin banyak dengan
makin dewasa tanaman kelapa sawit.
Air yang tersimpan dalam pori-pori tanah dimana
kelapa sawit ditanam, menciptakan cadangan air yang cukup besar. Ketika musim
kering tiba, cadangan air tersebut dilepas secara perlahan baik untuk kebutuhan
tanaman kelapa sawit itu sendiri, untuk kebutuhan tanaman lain disekitarnya
maupun untuk kebutuhan mikroorganisme tanah. Sebaliknya ketika musim hujan, air
hujan yang jatuh ke lahan sawit terserap untuk mengisi “waduk” pori-pori tanah
sebagai cadangan air. Sistem dan mekanisme biopori alamiah kelapa sawit yang
demikian menyebabkan kemampuan lahan kelapa sawit dalam menahan air didalam
tanah cukup bagus. Sistem biopori alamiah yang demikian menjadikan kebun sawit
tanaman konservasi tanah dan air.
Selain itu tanaman kelapa sawit juga ternyata
tidak boros air bahkan tergolong tanaman yang hemat air. Selama ini tanaman
Pinus, Akasia dan Sengon populer dijadikan tanaman hutan baik dalam program
reboisasi maupun hutan tanaman industri. Tanaman kehutanan tersebut ternyata
relatif boros menggunakan air. Menurut penelitian (Allen.et.al.1998,
Rusmayadi,2011) membuktikan kapasitas menyimpan air pada lahan sawit lebih baik
dibandingkan tanaman Karet sehingga kandungan air tanah lahan sawit lebih
tinggi dari pada lahan yang ditanami Karet. Tanaman sawit yang selama ini
dituduhkan boros air, ternyata jauh lebih hemat dibandingkan tanaman hutan
tersebut bahkan sawit juga lebih hemat air dibandingkan dengan tanaman karet.
Hasil penelitian para ahli tersebut menjadi
informasi penting bagi masyarakat yang terlanjur keliru melihat sawit akibat
kebohongan-kebohongan yang disebarluaskan LSM anti sawit selama ini. Bukti
ilmiah tersebut sangat jelas dan tegas menyatakan bahwa kebun sawit justru
termasuk tanaman yang hemat menggunakan air dibandingkan tanaman hutan maupun
tanaman karet. Tidak hanya hemat air, tanaman sawit yang sistem perakarannya
yang serabut dan massif membentuk biopori alamiah yang berfungsi menyimpan air,
sehingga kandungan air tanah lahan kebun sawit lebih tinggi dari tanaman karet.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, A., S. Abuyamin, dan U.
Kurnia. 1984. Pengelolaan tanah dan tanaman untuk usaha konservasi tanah.
Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk 3: 7-11.
Anonim. 2011.
Modul dan Penuntun Praktikum Konservasi Tanah dan Air. Laboratorium Fisika
Tanah. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin.
Makassar. 2011.
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah
dan Air. Penerbit Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.
Kurnia, et al.
2002. Pengaruh Bedengan dan Tanaman Penguat Terras terhadap Erosi dan
Produktivitas Tanah pada Lahan Sayuran. Hlm. 207-219 dalam Prosiding Seminar
Nasional Pengelolaan Sumber Daya Lahan dan Pupuk. Cisarua – Bogor, 30 – 31
Oktober 2001. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Buku II
https://www.nasionalisme.co/kebun-sawit-membangun-sistem-konservasi-tanah-dan-air-wilayah/
Komentar
Posting Komentar